Jakarta, Aktual.com-Kemarin desa memiliki banyak RUANG tetapi sedikit/tanpa UANG. Di bawah payung “perencanaan partisipatif”, partisipasi masyarakat dibuka dan dimobilisasi secara massif. Musrenbang, misalnya, merupakan sebuah RUANG partisipasi masyarakat dan desa. Desa bolak balik mengusulkan ke atas tetapi UANG yang diharapkan tidak turun. Karena itu RUANG tanpa UANG ya hanya omong kosong.

Sekarang desa memperoleh banyak UANG tetapi RUANG desa  yang bersifat emansipatoris, partisipatoris dan demokratis malah semakin terbatas. RUANG desa dikepung oleh para pihak, yang masing-masing membawa cara pandang, tindakan, taktik, kepentingan dan perangkat. Bahkan UANG telah menguasai RUANG desa.

Ternyata UANG itu bukanlah uang semata, melainkan UANG adalah kekuasaan. Meski membawa “niat baik”, kuasa UANG tentu tidak hadir dengan politik perubahan lewat semangat “uang rakyat” melainkan diteknikalisasi dengan teknokrasi penyelamatan atas “uang negara”. Kuasa UANG secara otonom menentukan pilihan dan jalannya sendiri, mencari keselamatan atas dirinya, seraya mengatur-mengendalikan kuasa RUANG, kuasa RAKYAT dan kuasa DESA.

Apa yang akan terjadi ketika kuasa UANG tanpa kuasa RUANG? Hasil pertama adalah LAPORAN, hasil kedua adalah KESELAMATAN, hasil ketiga adalah KEMAREMAN, dan hasil keempat adalah ISTANA PASIR. Hanya desa yang sanggup menegosiasi, merebut dan mengisi kuasa RUANG atas kuasa UANG, yang akan hadir sebagai desa hebat (maju, kuat, mandiri dan demokratis), sebagai fondasi lokal bagi kesejahteraan dan keadilan.

 

Penulis : Sutoro Eko

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs