(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Keseriusan sejumlah tokoh yang ingin adanya perubahan kepemimpinan di negara ini, sepertinya sudah semakin tak tertahankan lagi. Bagaimana tidak! Masih delapan bulan lagi akan dilaksanakan Pemilu serentak untuk memilih Anggota Legislatif DPR, DPD, DPRD, dan untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, namun desakan agar tak lagi menjadikan Jokowi sebagai presiden periode selanjutnya, sudah jauh-jauh hari didengungkan. Bahkan deklarasinya untuk memasifkan dukungan di beberapa daerah sudah mulai dilakukan beberpa hari yang lalu, meskipun kemudian mendapat larangan dari pihak kepolisian di Pekanbaru dan Surabaya.

Gerakan #2019GantiPresiden nampaknya mulai menjadi momok yang menakutkan oleh sejumlah pihak yang masih menginginkan agar Jokowi menjadi presiden selama dua periode hingga 2024. Ada juga yang beralasan gerakan ini akan menjadi gerakan yang dapat memecah belah kedamaian di masyarakat, apalagi pasangan Capres-Cawapres pada pilpres nanti hanya akan ada dua Paslon yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sehingga semakin berpotensi akan terjadinya gesekan di lapangan antar dua pendukung.

Apalagi Capres Incumbent Jokowi saat pertemuan dengan massa pendukungnya di awal bulan ini Sabtu (4/8/2018), sempat menginstruksikan kepada massa pendukungnya untuk tidak takut jika terpaksa harus berperang dengan massa dari pendukung lain.

“Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah fitnah, tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi kalau diajak berantem juga berani,” kata Jokowi di Sentul International Convention Centre (SICC), Bogor. “Tapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak, tidak boleh takut,” sambungnya.

Dalam statementnya kepada awak media, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menuturkan tindakan kepolisan yang melarang terselenggaranya kegaiatan deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa daerah sudah tepat. “Ya ngapain sih ribut-ribut. Ya enggak apa-apa (dilarang), daripada bentrok,” kata Luhut di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (27/8/2018).

Dia juga menilai kegiatan ini sangat bernuansa provokasi dan menimbulkan gesekan di masyarakat. “Kita ini biarkan tenang. coba nikmati Asian Games,” tambah Luhut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Menko Polhukam Wiranto yang mengimbau politisi menahan diri agar tidak membuat suasana menjadi tambah panas. Sebab, saat ini tahapan Pemilu 2019 sedang berjalan.

“Yang penting ialah masyarakat terutama politisi bisa menahan diri untuk tidak membuat suasana menjadi terlalu panas,” kata Wiranto di Kantornya, Jakarta, Senin (27/8/2018).

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pendapat berbeda, dia menganggap deklarasi #2019GantiPresiden adalah gerakan kampanye sebelum waktunya. “Itu pasti bagian daripada kampanye yang belum waktunya.” kata Kalla di Kantornya, Selasa (28/8/2018).

Namun JK tak sependapat dengan Luhut yang menyebut kejadian itu sebagai makar dan mengkhawatirkan kejadian dapat berlanjut menjadi konflik. “Enggaklah, kalau makar sih engga. Bahwa tidak pada tempatnya dan takut terjadi konflik,” ungkapnya.

Apakah ini termasuk pelanggaran tahapan kampanye, yang dilakuan sebelum waktunya? Menurut Anggota KPU, Wahyu Setiawan bahwa deklarasi #2019GantiPresiden bukanlah sebuah pelanggaran dalam tahapan Pemilu seperti yang diatur dalam Peraturan KPU No.24 tahun 2018. “Baik #2019GantiPresiden atau #Jokowi2Periode itu bukan termasuk media atau metode kampanye,” tutur Wahyu di Kantornya, Jakarta, Senin (27/8/2018).

Meski begitu, kegiatan tetap harus mematuhi peraturan yang berlaku. Setiap warga yang ingin menghelat acara dan mengundang banyak orang, harus mendapat izin dari pihak berwenang, dalam hal ini kepolisian.

Neno Warisman Dipersekusi, 20 Tahun Reformasi Ternodai

Halaman Berikutnya…