Hutang luar negeri. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com –  Pemerintah telah menargetkan setoran pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Neegara (APBN) 2017 mencapai Rp1.307,6 triliun. Atau naik 13 persen dari tahun lalu yang di angka Rp1.104,9 triliun.

Namun sayangnya, belanja pemerintah sendiri lebih besar dari penerimaan negara yang Rp2.080,5 triliun. Sementara pendapatan negaranya senilai Rp1.750,3 triliun. Sehingga diperkirakan defisit fiskal akan melebar. Dari yang semula dicatat sebesar 2,41% atau Rp330,2 triliun melonjak jadi 2,6%  terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Dengan defisit 2,41% dari PDB itu sangat disayangkan, apalagi pemerintah akan menambah utang sekitar Rp40 triliun di luar rencana awal. Dengan asumsi ini, maka utang yang akan ditarik pemerintah mulai akhir Juni sampai dengan akhir tahun ini menjadi sekitar Rp 344,34 triliun,” kritik Anggota Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI), Cahyo Gani Saputro, di Jakarta, ditulis Kamis (29/6).

Padahal, kata dia, rasio utang pemerintah terhadap PDB terus meningkat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, pada 2012, saldo utang pemerintah sebesar Rp1.977 triliun atau 24 persen dari PDB.

“Tapi pada 2014, nilainya meningkat drastis jadi Rp 2.608,78 triliun (25,84% terhadap PDB,” kata dia.

Kemudian di tahun lalu, kata Cahyo, selama 2,5 tahun pemerintahan Jokowi utangnya terus membengkak drastis menjadi Rp4.468,7 triliun (27,96% terhadap PDB). Tahun ini, posisinya menjadi Rp 3.875,2 triliun (28,20% terhadap PDB). Itu murni utang pemerintah.

“Per akhir April 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.667,41 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 17 triliun, dibandingkan jumlah di Maret 2017 yang sebesar Rp 3.649,75 triliun. luar biasa,” kritik Cahyo.

Sementara utang dalam denominasi dolar AS, jumlahnya per April 2017 adalah US$ 275,19 miliar, naik dari posisi akhir Maret 2017 yang sebesar US$ 273,98 miliar. Sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN).

Memang hingga April 2017, kata dia, nilai penerbitan SBN mencapai Rp2.932,69 triliun, naik dari akhir Maret 2017 yang sebesar Rp2.912,84 triliun. Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp734,71 triliun, turun dari Maret 2017 sebesar Rp 738,2 triliun.

Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap PDB.

2000: Rp 1.234,28 triliun (89% terhadap PDB)
2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
2013: Rp 2.371,39 triliun (28,7%)
2014: Rp 2.604,93 triliun (25,9%)
2015: Rp 3.098,64 triliun (26,8%)
2016: Rp 3.466,96 triliun (27,9%)

“Dengan demikian Pemerintahan Jokowi-JK selama kurang lebih 2,5 tahun berjalan, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp1.062 triliun. Data Kemenkeu jumlah utang pemerintah di akhir 2014 adalah Rp2.604,93 triliun, dan melonjak hingga akhir April 2017 menembus Rp3.667,41 triliun,” tutup dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka