Pekerja membereskan stok beras di Gudang Beras Bulog, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (26/1/2018). Ketua MPR Zulkifli Hasan minta pemerintah untuk membatalkan rencana impor beras. Karena pelaksanaan impor yang dilakukan bersamaan dengan panen raya akan merugikan petani. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan mengimpor 500.000 ton beras guna menstabilkan harga di dalam negeri pada Februari 2018 tidak efektif karena waktu yang tidak tepat.

Ketua Dewan Pembina CIPS Saidah Sakwan menyatakan, impor beras dilakukan saat Indonesia belum memasuki masa panen raya. Sedangkan Indonesia biasanya memasuki masa paceklik beras pada September 2017 hingga Januari 2018.

Saidah juga mengemukakan bahwa pada periode Februari hingga Agustus 2018, Indonesia mulai memasuki masa panen. Pada saat beras impor mulai memasuki Indonesia, yang dimulai pada Februari dan masih berjalan hingga Maret, Indonesia belum memasuki panen raya, baru beberapa daerah saja yang mengalami panen.

“Akibatnya daerah-daerah yang mengalami panen ini diserbu dan hal ini membuat harga beras stok menjadi mahal. Misalnya saja saat Demak sedang panen, maka pedagang akan menyerbu Demak. Besoknya kalau ada daerah lain yang panen, maka mereka akan menyerbu daerah tersebut,” ungkapnya, Jumat (9/3).

Untuk itu, ujar dia, ada sejumlah hal yang harus dibenahi pemerintah terkait tata niaga beras, antara lain perlunya pembenahan dalam manajemen stok beras dan neraca beras nasional, karena hingga saat ini masih ada kesenjangan antara data produksi dan konsumsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid