Sejumlah warga mengungsi di halaman Masjid At-Taqwa, Pidie Jaya, Aceh, Kamis (8/12). Warga yang tempat tinggalnya mengalami kerusakan akibat gempa berkekuatan 6,5 SR pada Rabu (7/12) mengungsi ke tempat-tempat yang dianggap aman. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./kye/16

Jakarta, Aktual.com – Tubuh M Yusuf (35) tergolek lemah di atas dipan ruang bagian operasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chik Ditiro, Kabupaten Pidie, Aceh dengan selang infus menancap di tangannya pada Kamis (9/12).

Matanya benar-benar sulit untuk dikatupkan. Bayangan kejadian “horor” seumur hidupnya sesekali muncul bak serial film. Itu yang menjadi alasan sulit untuk tidur apalagi jika mendengar suara berderak-derak di lorong itu, ia akan terkesiap.

Sudah dua hari, ia tergeletak di rumah sakit menunggu jadwal proses operasi.

“Istri saya Yulida (28) dan anak saya yang berusia dua tahun, katanya sudah di ruang perawatan,” katanya.

Dari perkataan itu mengalirlah kesaksian dirinya begitu dahsyatnya akan gempa yang telah meluluhlantakan rumah dan toko (ruko) yang selama ini menjadi andalan untuk mencari rezeki di Gampong Teungah, Kabupaten Pante Raja.

“Kalau tidak ada kasur itu, entahlah nyawa saya sudah tidak ada,” kata M sambil menahan tangis.

Saat gempa terjadi dirinya terjaga, mungkin karena saking kencangnya guncangan itu kasur di tempat tidurnya menghempaskan dirinya bersama istri dan anaknya.

Saya masih sadar, tiba-tiba bebatuan berjatuhan di atas kasur dan gelap gulita sekelilingnya.

Dia mengaku berusaha untuk meminta tolong namun beberapa saat tidak ada yang mendengarnya. “Saat terjatuh tertutup kasur itu, saya mendengar suara seperti air ke luar dari bawah tanah dengan kencangnya,” katanya.

Tidak lama kemudian, dia mendengar sayup-sayup suara orang dari reruntuhan itu. “Saya tidak tahu sudah berapa lama di dalam puing-puing itu,” katanya menahan air mata yang akan ke luar.

Yang saya tahu, warga sudah mengangkatnya dari sela-sela reruntuhan.

“Astaghfirullah,” ucapnya lalu terdiam sejenak menceritakan kejadian itu.

Saya masih trauma kejadian itu, ujarnya.

Setelah menarik nafas dalam-dalam, ia menceritakan kembali saya yang punya rumah toko itu satu-satunya di gampong itu.

“Saya berjualan kelontong. Alhamdulillah saya dan sekeluarga masih bisa diselamatkan, yaa Allah.., tetangga saya dua orang meninggal,” katanya.

Ia berharap segera dioperasi dan dirawat hingga bisa ke luar rumah sakit untuk menjalani kehidupan sehari-hari. “Ini ujian dari Allah, saya harus bangkit kembali,” katanya.

Peristiwa menyeramkan itu juga dialami oleh Nur Fitri (15) saat gempa. Dirinya saat ini menunggu jadwal operasi setelah kaki kanannya tertimpa beton atap rumah.

“Anak saya luka dalam di bagian kaki kanannya,” kata ayah Nur Fitri, Umar, warga Gampong Lorong Jambu, Pidie Jaya.

Dia tertimpa beton atap rumah tertutup setengah kakinya.

“Saya sudah sejak Rabu menunggu antrian untuk operasi, bahkan mendapatkan nomor urut 3, tapi sampai sekarang belum dipanggil juga,” katanya.

Sudah berulang kali anaknya berpuasa menjelang operasi, tapi belum juga dilakukan, keluhnya.

Alasan dari pihak rumah sakit, kata dia, operasi belum bisa dilakukan karena harus membersihkan infeksi di bagian kakinya.

“Anak saya mengalami luka di kaki kanan karena tertimpa beton rumah,” katanya.

Jumlah korban Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pidie Jaya menyebutkan sebanyak delapan korban meninggal akibat gempa 6,5 skala Richter (SR), belum terindentifikasi.

“Sedangkan sebanyak 92 korban meninggal sudah terindentifikasi, jadi total yang meninggal sebanyak 100 orang,” kata Kepala Humas Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pidie Jaya, Ridwan, kepada wartawan, Sabtu.

Saat ini, kata dia, upaya pencarian korban yang dilakukan Basarnas terus dilakukan dengan menggunakan alat berat.

“Untuk hari ini menurut Basarnas, pencarian akan dilakukan di tiga kecamatan,” katanya.

Sebelumnya untuk lima kecamatan yang telah dilakukan proses evakuasi korban tertimpa bangunan, secara teknis sesuai pernyataan Basarnas sudah ditemukan.

Ia juga menyebutkan jumlah korban luka berat dan ringan akibat gempa tersebut mencapai 565 orang yang saat ini dirujuk ke RSUD Bireun, RSUD Sigli, RSUD Pidie Jaya, dan RSUD Banda Aceh.

Mereka harus dirujuk ke empat rumah sakit tersebut untuk menjalani perawatan, katanya.

Sedangkan jumlah pengungsi yang tercatat sampai sekarang mencapai 43 ribu orang yang tersebar di 45 lokasi pengungsian.

43.000 Ridwan mengatakan para korban gempa tersebut tersebar di delapan kecamataan yakni Pante Raja, Bandar Dua, Bandar Baru, Jangka Buya, Triggadeng, Meureudu, Bandar Baru dan Alee Glee.

Daerah terparah diguncang gempa pada Rabu (7/12) adalah Kecamatan Pante Raja, Bandar Dua, Tringgadeng, Meureudu, Bandar Baru dan Alee Glee.

Saat ini, tim evakuasi dari Basarnas, BNPB, TNI, Polri, dan unsur masyarawat masih mencari korban yang diduga masih tertimbun rereruntuhan bagunan ambruk guncangan gempa.

Tim medis yang terdiri dari unsur dokter dan unsur TNI memeriksa sejumlah korban gempa yang masih berdatangan ke posko kesehatan yakni, halaman Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya dan halamana Kantor Bupati setempat.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby