Dirut Bulog Budi Waseso mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/5). Rapat perdana antara Budi Waseso yang baru diangkat sebagai Dirut Bulog dengan DPR itu membahas ketersediaan stok serta stabilitas harga pangan di bulan Ramadhan sekaligus menjelang Idul Fitri. AKTUAL/Tino Oktaviano

Bogor, Aktual.com – Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso mengatakan persoalan impor beras jangan dijadikan polemik untuk mencari popularitas, tetapi bagaimana sama-sama mencari jalan keluar lewat koordinasi dan komunikasi yang baik.

“Kita harus berhitung betul, membiasakan cinta dalam negeri, produk negeri sendiri, memanfaatkan seefisien mungkin produk-produk dalam negeri, jiwa nasionalisme dibangun. Bagaimanapun untuk kepentingan bangsa ini, jangan mencari popularitas, yang dikerjakan untuk kepentingan negeri,” kata Buwas di Kota Bogor, Selasa (18/9) kemarin.

Buwas mengatakan secara khusus ia menghadiri peresmian Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) agar bisa menjawab polemik di media terkait impor beras.

Ia mengapresiasi langkah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang berjuang keras untuk sektor pertanian, hingga meluncurkan Polbangtan yang menjadi harapan bangsa ke depan agar tidak ada lagi impor pangan.

“Saat ini soal impor tidak ada masalah, makanya saya datang menjawab. Ini upaya dari Kementerian Pertanian, dan menghindar dari impor,” kata mantan Kepala BNN ini.

Buwas menjelaskan izin impor sebanyak 1,8 juta ton merupakan izin yang diterbitkan dan dikeluarkan sebelum dirinya menjabat sebagai Dirut Bulog. Terkait yang 2 juta ton adalah perintah baru, yang belum ada izinnya.

“Itu ada perintah baru untuk kita impor 2 juta ton, tapi menurut saya tidak perlu karena kita punya stok 2,4 juta,” katanya.

Ia berkeyakinan sampai tahun depan Indonesia tidak membutuhkan impor beras, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim ahli yang berasal dari berbagai bidang ilmu yang dilakukan Bulog. Tim ini melibatkan ahli dari pertanian, ahli perekonomian, dari Bulog, Kepolisian dan BIN.

Menurutnya, keterlibatan BIN karena sesuai dengan bidangnya menganalisis bagaimana kemungkinan apabila stok beras betul-betul kurang dan apa dampaknya.

“Itukan harus dianalisis berdasarkan beberapa situasi,” katanya.

Dari hasil analisi tim tersebut menyatakan, produksi beras di Indonesia dalam prediksi cuaca kering, musim tanam yang kecil, bahkan hasil panen kecil, masih bisa menghasilkan antar 11-12 juta ton. Sementara kebutuhan nasional 2,4 juta ton per tahun.

Berarti, lanjutnya, ada kelebihan berdasarkan hitungan riil, sehingga tidak harus impor. Sementara itu, stok beras yang ada di Bulog yakni beras impor tidak bergerak karena tidak bisa diserap.

“Kalau memang kenyataannya perlu impor ya kita impor. Benar-benar dibutuhkan, jangan sampai menggangu petani, menggangu pasar, mengganggu konsumen. Jadi Bulog terbebani, karena Bulog harus betul-betul berhitung secara riil,” katanya.

Buwas juga mengklarifikasi data yang mengatakan setiap bulan dilakukan impor. Hal tersebut tidak benar, impor yang masuk adalah barang yang sudah diimpor sebelum dirinya menjadi Dirut Bulog yakni sebanyak 1,8 juta ton. Kedatangan beras impor tersebut dibuat bertahap, karena mengatur pasokan, selain itu beras impor yang masuk juga belum terserap semuanya.

“Kenapa saya atur bertahap, supaya tidak menggangu produksi petani, situasi harus kita amankan jangan sampai gejolak,” katanya.

Bulog saat ini sedang mencari gudang untuk menyimpan beras yang kualitasnya sudah menurun, dengan meminta bantuan TNI AU meminjamkan gudang sebagai tempat penyimpanan. Ia menyebutkan, untuk menjaga kualitas, beras yang ada digudang harus dihabiskan terlebih dahulu.

Tetapi belum habis karena tidak dibutuhkan mengingat produksi nasional masih ada. Oleh karena itu beras tersebut menjadi cadangan untuk beras pemerintah yang digunakan untuk beras sejahtera, bantuan sosial ketika ada bencana, dan operasi pasar.

“Tapi Operasi Pasar kita masih menggunakan beras dalam negeri,” katanya.

Secara nasional produksi normal yakni 15 sampai 16 juta ton. Jika di musim kering menjadi 11 sampai 12 juta ton. Kebutuhan masyarakat Indonesia 2,4 juta ton.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan