Jakarta, Aktual.com-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kembali menerima laporan ditemukan kembali  buku pelajaran yang mencantumkan Al Quds atau Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

Menurut Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, kasus ini serupa dengan kasus yang dilakukan penerbit Yudistira dalam bukunya.

“Kasusnya sama, tetapi berbeda penerbit, kali ini penerbit Intan Pariwara,” ujar Retno kepada Media di Jakarta melalui siaran persnya, Jumat (15/12).

Kata dia, para pelapor mengirimkan foto berupa sampul buku dan halaman awal buku yang menyebutkan tahun terbit, kemudian penerbit yang sudah diperbanyak atau dicetak, berikut nama penulisnya.

“Jadi tercantum di halaman buku materi negara-negara Asia. Kedua buku, baik yang diperbanyak oleh Yudistira maupun Intan Pariwara,” terang Retno.

Menurut dia, buku-buku ini sudah diterbitkan cukup lama, yaitu antara 2009 atau 2010, artinya sudah dipergunakan sebagai pembelajaran sejak 8 tahun yang lalu.

“Namun, baru heboh tahun 2017 karena kontraversi pernyataan Presiden Amerika Serikat  baru-baru ini terkait pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel,” ungkapnya.

Pada buku IPS kelas VI yang dicetak oleh Intan Pariwara pada tabel negara-negara Asia Barat yang total berjumlah 19 negera seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Yaman, dan lain-lain  termasuk Israel, dimana di tabel tersebut ada kolom wilayah besar seperti Asia Selatan, Asia Barat, Asia Tengah dan sebagainya.

“Kemudian nama negara dan ibukota negara. Di tabel Asia Barat itulah tertulis di kolom negera Israel dan di kolom ibukota Yerusalem,” bebernya.

Sedangkan di buku IPS kelas VI yang dicetak oleh Yudistira, pada bahasan negara-negara di Benua Asia, ada tabel negara-negara di Benua Asia. Tabel tersebut terdiri atas tiga kolom yaitu kolom nomor, nama negara dan nama ibukota negara.

“Nama negara diurut sesuai abjad, negara Israel pada urutan nomor 7 dan dikolom ibukota tertulis Jerusalem. Sedangkan Negara Palestina di urutan no 12 dengan ibukotanya hanya diisi tanda strip (-) alias kosong,” sambung Retno.

Dari penjelasan penerbit Yudistira dengan nomor surat 12/Pnb-YGI/XII/2017  tertanggal 12 Desember 2017 yang menyatakan bahwa sumber data bahwa negara Israel ibukotanya Yerusalem  dari world population sheet  2010.

Penerbit Beda. Penulisnya Sama

Uniknya kedua buku tersebut ditulis oleh penulis yang sama, yaitu Irawan Sadad Sadiman dan Shandy Amalia.  Pada sampul kedua buku tersebut tertulis Buku IPS kelas VI Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).

Buku ini terbit sesuai dengan kurikulum 2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan), artinya buku ini bukan kurikulum 2013, tapi masih dipergunakan hingga saat ini.

Program buku Sekolah Elektronik atau yang lebih dikenal dengan sebutan “buku bse” adalah program yang diluncurkan pada era pemerintah Presiden SBY dengan Mendiknas Muhamad Nuh.

“Saat itu namanya Kementerian Pendidikan Nasional, belum bernama Kementerian pendidikan dan Kebudayaan,” katanya.

Dalam program bse kala itu, Kemendiknas melalui Pusat Perbukuan membeli naskah-naskah buku dari para penulis, kemudian diunggah di laman website Kemendiknas dan para penerbit diijin memperbanyak secara gratis.

“Buku yang dicetak para penerbit tersebut kemudian dibeli oleh sekolah atau orangtua peserta didik dan digunakan dalam pembelajaran. Ada indikasi, meski sudah berganti kurikulum 2013, namun ternyata masih banyak sekolah yang menggunakan Kurikulum 2006 (KTSP),” tutur Retno.

KPAI menyimpulkan bahwa buku-buku tersebut diterbitkan secara resmi oleh negara dalam hal ini oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2009.

Kemudian, para penerbit seperti Yudistira, Intan Pariwara, dan lain-lain, kemudian mencetak atau memperbanyak dan dijual. Maksud dan tujuan pembelian hak cipta nakah buku oleh pemerintah adalah untuk menekan harga buku pelajaran agar murah.

“Sayangnya, proses seleksi dan penilaian bukunya diduga memiliki kelemahan pada penelaah isi dan editan. Oleh karena itu, KPAI mempertimbangkan untuk berkoordinasi dan meminta  keterangan dari pihak Kemendikbud  juga untuk mencari solusi bersama,” demikian Retno.

 

Pewarta : Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs