Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Juni 2017 mencapai USD10,01 miliar atau turun 27,26% dibanding Mei 2017. Jumlah tersebut juga turun sekitar 17,21% jika dibanding periode sama tahun sebelumnya. enurunan nilai impor tersebut disebabkan karena turunnya nilai impor migas dan nonmigas. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti mengatakan pelemahan kurs Rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada meningkatnya harga produk-produk impor dan produk-produk lanjutannya.

“Barang impor kalau di inflasi itu kedelai, gandum, jagung. Jagung ke pakan ternak, kedelai ke tahu tempe, produk lebih lanjut dari kedelai. Kalau terigu ke mie, roti. Ini perlu diwaspadai, dengan kenaikan kurs kalau bahan baku impor bisa berdampak ke produk lanjutannya,” ujar Yunita usai jumpa pers di Jakarta, Kamis (1/3).

Pada pekan terakhir Februari hingga awal Maret 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang menunjukkan pelemahan. Berdasarkan kurs tengah BI per 20 Februari 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp13.573 per dolar AS.

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS terus bergerak melemah hingga pada 1 Maret 2018 mencapai Rp13.793 per dolar AS.

Yunita menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah memang akan memengaruhi nilai impor dan harus diwaspadai karena akan mengerek inflasi lebih tinggi.

“Akan berpengaruh ke nilai impornya, karena kursnya akan lebih tinggi. Itu yang harus diwaspadai ke inflasi,” ujar Yunita.

Selain potensi meningkatnya inflasi karena pelemahan Rupiah, Yunita juga menyebutkan potensi peningkatan inflasi pada Maret 2018 karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

“Kita lihat, kalau bulan depan ada kenaikan ya otomatis termonitor di inflasi, akan tergambar. Kalau bulan depan naik lagi, kan harga bbm naik terus ya. Yang langsung kena dampak terutama adalah yang di nonsubsidi. Hanya pemerintah hati-hati yang subsidi premium, kan pemerintah kan janji tidak naikkan,” kata Yunita.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara