Jakarta, Aktual.com – Seiring dengan pencatatan laporan keuangan pemerintah yang diharuskan menggunakan akuntansi akrual basis dari sebelumnya cash basis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati malah ketakutan.

Pasalnya, dengan pencatatan akuntansi yang baru itu membuat rentang defisit anggaran bisa lebih besar. Terutama pencatatan terkait dana subsidi.

Menurut Sri, dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kalau menggunakan basisnya cash menjadi akrual, maka perhitungan subsidi yang harus dilaporkan tidak boleh hanya sebesar yang dibayar. Melainkan sebesar tagihannya jadi akan jauh lebih besar.

“Implikasinya nanti dari sisi positif sih pemerintah lebih disiplin. Tapi kalau di UU APBN berdasar kesepakatan dengan DPR, pemerintah menyampaikan bahwa subsidi harusnya sekian, ya harus sama-sama dilaksanakan. Itu implikasinya. karena kalau tidak dilaksanakan maka akan berimplikasi kepada penganggaran subsidi lebih besar,” katanya di Jakarta, Jumat (26/5).

Sehingga, kata dia, jika penganggaran subsidi lebih besar, meskipun belum dibayar, maka dari BPK akan menghitung jumlah defisit termasuk yang belum dibayar pemerintah.

“Ini berarti konsep maksimum (defisit anggaran) 3 persen akan menjadi sangat besar dan harus diperhatikan. Itu salah satu yang kita bahas tadi (dengan BPK),” tegas Menkeu.

Menurutnya, dalam UU APBN sering disebutkan bahwa alokasi untuk anggaran subsidi apakah untuk solar, listrik, dan lainnya, itu sudah ditentukan dari sisi jumlahnya. Sehingga praktiknya mestinya sama dengan yang dianggarkan.

“Katakanlah ada mandat harga harus dinaikkan karena subsidi ditetapkan berdasarkan per liter. Katakanlah seliter Rp 500. Namun ternyata harga di pasar kan bergerak, sehingga de facto subsidi lebih besar dari yang dianggarkan,” keluh dia.

Selama ini, kata dia, treatment Kemenkeu di dalam mengelola APBN adalah dengan membayar apa yang ada di dalam UU APBN, atau APBN Perubahan.

“Tapi kan kenyataannya bisa saja tagihan itu lebih besar dari itu (yang dianggarkan). Makanya, Pak Menko dan BPK bilang, implikasinya terhadap fiskal defisit yang harus diperhatikan,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah akan menyiapkan semacam buffer (dana darurat) yang lebih besar kalau terjadi hal-hal yang sifatnya di luar kesepakatan di UU APBN tersebut.

“Itulah pesan yang paling penting di dalam penyampaian BPK,” papar Menkeu.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: