Mantan Wakil Presiden RI Boediono, memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/12). Boediono yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan ini diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Mantan Wakil Presiden Boediono menyatakan kebijakan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi BDNI karena telah memenuhi berbagai persyaratan.

Boedino menuturkan ketika itu KKSK dan BBPN sempat menggelar rapat pemberian bagi perusahaan milik Sjamsul Nursalim tersebut. Pada keputusannya komite KKSK menyetujui bahwa telah memenuhi beberapa syarat di antaranya dari sisi finansial dengan adanya audit due diligence, FGD, dan lainnya serta dari sisi hukum.

“Dari sisi hukum, clearance tim hukum dan bahkan kalau tidak salah laporan yang disampaikan ada audit BPK disampaikan dalam rapat komite dan diusulkan ke BPPN untuk diberikan SKL,” kata Boediono menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/7).

Dari hal tersebut, Komite KKSK menilai semuanya telah terpenuhi.

“Komite melihat syarat-syarat aspek finansial dan hukum dipenuhi. Saya sebagai salah satu KKSK yang tidak keberatan memang syarat-syarat ini terpenuhi karena BPPN punya kewenangan terbitkan SKL,” kata Boediono.

Sedangkan saat jaksa penuntut umum menanyakan lebih jauh apakah kemudian diterbitkan SKL bagi yang bersangkutan, Boediono mengaku hanya melihat surat tembusan kepada anggota KKSK dan instansi lainnya. “Mengenai hal ini ditandatangani kepala BPPN,” ujarnya.

Sementara saat tim kuasa hukum menyoal tentang surat 117/MK06, Boediono selaku Menko Perekonomian menanggapi hasil audit BPK tahun 2006 di mana BPK menyampaikan 12 audit, Boediono mengakuinya namun mengatakan tidak mempunyai salinan surat itu. Sedangkan soal audit, itu diberikan kepada Menkeu.

Ahmad Yani selaku kuasa hukum terdakwa Syafruddin pun membacakan audit BPK tahun 2006 yang intinya, BPK berpendapat bahwa SKL itu layak diberikan kepada pemegang saham BDNI karena sudah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan-perubahannya serta sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan Inpres 28/2002.

Boediono selaku Menko Perekonomian mengaku tidak menerima laporan BPK tersebut. Sedangkan saat menghadapi hak interplasi di DPR soal masalah ini pada tahun 2008, Boediono mengaku hanya memberikan pengantar. “Detailnya angka-angka Menkeu yang sampaikan,” ujarnya.

Yani kemudian menanyakan apakah DPR tidak meningkatkan masalah ini ke hak angket atau hak menyampaikan pendapat. “Seingat saya sampai interplasi dan DPR sampaikan sikap,” kata Boediono.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby