Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi utang luar negeri hingga kuartal II/2016 sebesar 323,8 miliar dolar AS, atau naik 6,2 persen secara tahunan (year on year/YOY).

Dari jumlah ULN tersebut, utang swasta sebesar 165,1 miliar dolar AS atau turun 3,1 persen (year on year/YOY), sementara ULN publik melesat 17,9 persen (YOY) menjadi 158,7 miliar dolar AS. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Senin (22/8).

“ULN publik sebesar 49 persen dari total ULN, dan ULN swasta sebesar 51 persen dari total ULN,” katanya.

Tirta menerangkan ULN swasta banyak terserap di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,9 persen.

“Jika dibandingkan dengan triwulan I 2016, pertumbuhan tahunan ULN sektor listrik, gas & air bersih tercatat meningkat, dan industri pengolahan melambat. Sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan mengalami kontraksi yang lebih dalam,” kata Tirta.

Sementara berdasarkan jangka waktu, Tirta menjelaskan, ULN jangka panjang tumbuh 7,7 persen (yoy) menjadi 282.3 miliar dolar AS, sementara ULN jangka pendek turun 3,1 persen (yoy) menjadi 41,5 miliar dolar AS.

“Meski secara tahunan menurun, posisi ULN jangka pendek pada akhir triwulan II tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa tercatat sebesar 37,8 persen pada triwulan II 2016,” ujarnya.

Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir triwulan II 2016 tercatat sebesar 36,8 persen, sedikit meningkat dari 36,6 persen pada akhir triwulan I 2016.

Tirta mengatakan bank sentral melihat perkembangan ULN pada triwulan II 2016 cukup sehat, namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional.

“BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta, agar ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka