Pengasuh Masjid dan Madrasah Arraudhah KH Asyari Tafsir berbincang dengan Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani saat mengikuti acara Majelis Ijazah Shalawat, Tahlil dan HaflahMaulid Akbar Nabi Muhammad SAW di Masjid Arraudhah, Desa Tambakasri, Tangkil, Tajinan, Malang, Jawa Timur, Jumat (27/1/2017). Dalam kesempatan tersebut, Syekh Yusri menjelaskan secara rinci Shalawat Yusriah, dimana Shalawat tersebut merupakan ilham yang beliau dapatkan saat melaksanakan ibadah umroh pada tahun 1432 H. AKTUAL/Tino Oktaviano
Maulana Syekh Yusri Rusydi Jabr Al Hasani menyampaikan sambutan didampingi Pengasuh Masjid dan Madrasah Arraudhah KH Asyari Tafsir saat mengikuti acara Majelis Ijazah Shalawat, Tahlil dan HaflahMaulid Akbar Nabi Muhammad SAW di Masjid Arraudhah, Desa Tambakasri, Tangkil, Tajinan, Malang, Jawa Timur, Jumat (27/1/2017). Dalam kesempatan tersebut, Syekh Yusri menjelaskan secara rinci Shalawat Yusriah, dimana Shalawat tersebut merupakan ilham yang beliau dapatkan saat melaksanakan ibadah umroh pada tahun 1432 H. AKTUAL/Tino Oktaviano

Kairo, Aktual.com – Dalam pengajian kitab al-Hikam al-Athoiyyah, Syekh Yusri Rusydi berkata bahwasanya seorang muslim itu berada diantara syariah dan hakikat, dan tidaklah boleh berpaling dari salah satu hal tersebut.

Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan syariah adalah hukum-hukum Allah yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, sebuah hukum sebab musabbab ataupun bentuk dzahir daripada amal perbuatan seseorang. Seperti halnya shalat, puasa, zakat, mencari nafkah yang halal, dan ibadah-ibadah lainnya.

Adapun yang dimaksud dengan hakikat, yaitu mengakui bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini merupakan kehendakNya melalui apa yang dinamakan dengan qodlo dan qodar Allah. Seorang hamba tidaklah mampu melakukan sebuah ketaatan kecuali karena taufik serta hidayah dari Allah SWT. Maka semuanya kembali kepada konsep لا حول ولا قوة إلا بالله , “ tidak ada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah SWT “.

Allah berfirman di dalam al Qur’an

“ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ ”

Yang artinya “ Katakanlah wahai Muhammad, bahwa fadhal keutamaan itu hanya milik Allah”(QS.Al-Imran:73).

Pada satu sisi kita diperintahkan untuk melaksanakan amal-amal dzahir syari’at, karena ini adalah cara kita untuk beribadah kepada Allah dan Allah telah memerintahkannya. Dan pada sisi lain Allah juga melarang agar kita tidak bersandar kepada amal-amal tersebut, akan tetapi sandaran kita hanyalah kepada Allah SWT saja. Sambung Syekh Yusri dalam penjelasannya.

Nabi Muhammad SAW telah besabda

“ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ”. قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “لَا، وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ “.

Yang artinya “ tidaklah seseorang masuk surga sebab amal-amalnya, kemudian para sahabat bertanya, “ bahkan engkau juga tidak ya Rasulallah ? Kemudian Nabi menjawab, tidak, begitu juga dengan saya, kecuali karena Allah lah yang memberikan rahmatNya kepada saya (sehingga saya masuk surga)” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis ini sudahlah sangat jelas, bahwa rahmat dan fadhal keutamaan Allah lah yang menjadikan kita bisa masuk surga.

Beliau menambahkan kalau kita lihat nabi kita adalah orang yang paling banyak amalnya, paling banyak ibadahnya, paling sempurna segalanya, akan tetapi beliau mengatakan

“ سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ “,

yang artinya “ Mahasuci Allah, tidaklah saya beribadah kepadaMu dengan sebenar-benar ibadah “, sebagai bentuk tawadhu dan rendah hati dari seorang hamba kepada TuhanNya.

Maka beramalah sebagaimana nabi kita beramal, dan janganlah bersandar kepada amal kita, sebagaimana nabi juga tidak bersandar dan bergantung kepada amal ibadahnya.

Syekh Yusri juga menjelaskan bahwasanya adapun firman Allah yang berbunyi

“ ادْخُلوا الْجَنَّة بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ “,

Artinya “ masuklah kalian wahai ahli surga atas amal-amal yang telah kalian perbuat” (QS. An-nahl:32).

Yang dimaksud dari ayat diatas adalah derajat masing-masing seorang mukmin di surga nanti, karena yang menentukan derajar serta kedudukannya di surga nanti adalah amal perbuatannya.
Nabi bersabda:

“ إ نَّ مِن أَحَبِّكُم إِلَيَّ وَأَقرَبِكُم مِنِّي مَجلِسًا يَومَ القِيامَةِ: أَحَاسِنَكُم أَخلَاقًا “.

Yang artinya “ Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat dengan saya kedudukannya di hari kiamat nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian” (HR. Tirmidzi) Adapun masuk surga, itu adalah semata-mata rahmat Allah SWT.

Syekh Yusri mengingatkan kepada kita agar tidak pernah bersandar kecuali hanya kepada Allah SWT semata, tidak kepada selainNya. Karena bersandar kepada selain Allah merupakan sebuah kesyirikan, dan senantiasa berpegang teguh dan menjalankan syari’at islam, karena sesungguhnya meninggalkan syariat adalah sebuah kezindiqan ( keluar dari agama Islam ).

Begitu pula beliau berpesan agar selalu bertanya kepada diri kita. Kepada siapakah diri ini bersandar?, kepada Allah kah atau kepada amal-amal kita, atau kepada selain Allah?. Hendaklah bagi seorang mukmin secara dzahir untuk menjalankan ibadah syariatnya, dan secara batin menjadikan sandaranya hanyalah Allah SWT semata.

Laporan: Abdullah alYusriy

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid