Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo (kiri) , Ketua Bawaslu RI Abhan (tengah), Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin (kanan) saat memberikan keterangan persnya di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (18/9/2017). Dalam jumpa persnya Bawaslu RI telah selesai melakukan seleksi terhadap anggota Bawaslu di 25 Provinsi dan anggota Panitia Pengawas Pemilu (Pamwaslu) di 519 Kabupaten/Kota dan Bawaslu siap melakukan pengawasan tahapan Pilkada serentak 2018 dan Pemilu serentak 2019. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan menekankan bahwa politik uang merupakan kejahatan dalam demokrasi, sehingga sudah sepatutnya masyarakat menolak segala praktik pemberian uang yang dimaksudkan untuk mendongkrak suara dalam pemilu.

“Politik uang adalah kejahatan yang mencederai demokrasi, sedangkan masyarakat merupakan salah satu elemen yang menyukseskan proses demokrasi. Harapan kami, masyarakat ini berpartisipasi (menyukseskan pemilu) dan tidak tergoda, harus berani menolak politik uang,” ujar Abhan di Jakarta, Selasa (26/6).

Tidak hanya menolak uangnya, masyarakat yang menemukan indikasi tindakan tidak jujur tersebut juga diharapkan segera melapor kepada pengawas pemilu.

“Untuk pengawas, laporan soal pelanggaran itu harus segera ditindaklanjuti, mengingat hanya ada lima hari kerja untuk memeriksanya,” ucap dia.

Menurut dia, menjelang dilakukannya pemungutan suara pada Rabu, pihaknya terus menggelar patroli di daerah yang akan dilaksanakan pilkada, guna menyisir dan meminimalisir munculnya pelanggaran.

“Tentu juga mencegah ‘serangan fajar’. Potensi munculnya pelanggaran itu tinggi pada hari pemungutan suara,” tutur Abhan.

Ia juga mengimbau pengawas tempat pemungutan suara (TPS) untuk meminta pemilih tidak membawa telepon genggam ke bilik suara, karena dapat memicu praktik politik uang.

“Pemilih bisa mengambil gambar bukti coblosannya dan itu berpeluang untuk terjadi ‘money politic’ pascabayar. Jadi nyoblos dulu, ditunjukkan, lalu dibayar,” kata dia.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: