Suasana kios yang buka di Pusat Elektronik Glodok, Jakarta, Senin (17/7). Sejumlah penjual barang elektronik di kawasan ini mengeluhkan omzet penjualan mereka anjlok. Hal ini dikarenakan maraknya penjualan elektronik melalui situs belanja online. Selain itu fasilitas seperti eskalator banyak yang rusak tidak diperbaiki. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat pajak Yustinus Prastowo menyayangkan sikap pemerintah yang tiba-tiba mencuatkan barang-barang elektronik, seperti handphone, laptop, atau televisi diwajibkan masuk Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak. Tanpa sebelumnya dilakukan edukasi dulu.

Sejauh ini, kebijakan tersebut sudah membuat kegaduhan di masyarakat, apalagi di media sosial. Jika satu kebijakan membuat kegaduhan sangat disayangkan.

“Saya cermati di medsos itu sangat ramai. Memang versi pemerintah aturannya yang dirujuk ke UU Nomor 16 tahun 2000. Itu sudah diatur mengenai bahwa harta itu harus dilaporkan di SPT dan diatur di Perdirjen Pajak juga,” kata Prastowo di Jakarta, Jumat (22/9).

Namun harus diingat, tak ada kata spesifik disebutkan, kata ‘handphone’ itu harus masuk SPT. “Memang tidak spesifik harta apa saja (di aturan dulu). Baru belakangan ketika ada banyak jenis peralatan elektronik ada aturan yang lebih rinci lagi harta apa yang diatur dalam SPT. Dan ini yang masih membingungkan masyarakat,” kritik dia.

Ditambah lagi aturan itu pun tak memiliki ambang batas atau threshold yang jelas. Berapa nominal yang tidak wajib dilaporkan di SPT dan minimal berapa yang wajib dilaporkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid