Ilustrasi bursa saham China (Foto: Ist)

Jakarta, Aktual.com — Tergerusnya pasar saham Tiongkok diyakini tidak akan menghambat aliran investasi dari negara tersebut ke Indonesia, malah untuk investasi rill, justru diperkirakan akan meningkat karena Indonesia menjadi sasaran “relokasi” investasi.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, setelah silaturahim dengan para ekonom di Jakarta, Selasa (14/7) malam, mengatakan minat investor Tiongkok, baik dalam kerja sama proyek termasuk pendanaan pembangunan, masih sangat tinggi terhadap Indonesia.

Dia melihat, anjloknya bursa saham Tiongkok menimbulkan kekhawatiran tentang imbas negatifnya bagi perekonomian global, namun di sisi lain terdapat potensi peralihan dana investasi dari para investor negara tersebut ke negara-negara sasaran, termasuk Indonesia.

“Mereka harus mendiversifikasi dan mencari tempat lain untuk memutar uangnya. Itu memberi peluang bagi indonesia. tanda-tanda itu terlihat dengan tingginya minat investasi Tiongkok disini,” ujarnya.

Dari sejumlah komitmen kerja sama proyek dengan Tiongkok yang telah terjalin, Andrinof menjamin tidak ada pembatalan atau kemunduran. Meskipun tidak merinci proyek kerja sama yang dimaksud, Andrinof mengatakan, komitmen pendanaan dan pelaksanaan proyek dari Tiongkok berpotensi terus meningkat.

“Banyak sekali yang beralih, mereka sekarang justeru bersaing dengan Jepang untuk masuk ke Indonesia mendapatkan proyek infrastruktur,” kata dia.

Meskipun investasi rill Tiongkok belum menunjukkan pelambatan, namun anjloknya pasar saham negara tersebut bisa mengarah kepada kontraksi ekonomi, yang bisa mempengaruhi Indonesia, terutama dalam hal kinerja ekspor, mengingat Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Aliran investasi Tiongkok memang cukup berperan dalam proyek-proyek, terutama rencana proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal, investor Tiongkok tengah menjajaki investasi di industri galangan kapal dengan nilai 100 juta dolar AS.

Beberapa proyek infrastruktur yang juga menggandeng Tiongkok antara lain pembangunan puluhan pelabuhan, bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapa bsitas 35.000 megawatt (MW).

Selain itu, investor Tiongkok juga tengah menjajaki kerja sama proyek pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung, bersaing dengan Jepang.

Sementara itu, anjloknya bursa saham Tiongkok, terutama indeks Shanghai telah mencapai sekitar 30 persen sejak 12 Juni 2015 dan menimbulkan kekhawatiran meluasnya imbas negatif dari pelemahan tersebut ke kondisi ekonomi beberapa negara lain. Tiongkok merupakan negara ekonomi terbesar kedua setelah AS, dan menjadi mitra dagang terbesar beberapa negara yang mengandalkan komoditas.

Artikel ini ditulis oleh: