Sejumlah nasabah melakukan transaksi keuangan di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Mandiri Jakarta Juanda, Jumat (8/7). Untuk meningkatkan pelayanan selama masa libur Idul Fitri 1437 Hijriyah, Bank Mandiri membuka layanan di sekitar 257 kantor cabang di seluruh Indonesia secara bergantian hingga 9 Juli untuk melayani pembayaran setoran bahan bakar minyak ke Pertamina oleh SPBU dan melayani transaksi perbankan terbatas seperti pemindahbukuan dan penyetoran tunai. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sejalan dengan pertukaran informasi data perbankan antara banyak negara atau automatic exchange of information (AEoI) yang akan berlaku 2018 mendatang.

Namun pertukaran informasi perbankan ini diperkirakan akan mengganggu likuiditas perbankan. Karena akan banyak data nasabah dibuka untuk kebutuhan perpajakan.

Terkait hal itu, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Kartika Wirjoatmodjo menganggap, mestinya jangan semua data nasabah bisa diakses. Kalau pun mau diakses harus ada pemicunya.

“Jadi intinya yang basic itu sebenarnya bagaimana bank-bank Indonesia melaporkan aktiva warga asing yang anggota G20. Tapi kalau untuk buka data nasabah dalam negeri, mestinya harus ada trigger-nya ya,” jelas Tiko dalam acara BUMN, Jakarta, Kamis (28/4).

Dibutuhkan pemicu dimaksud, kata dia, bertujuan agar tidak semua data nasabah disedot dan dianalisa datanya untuk melihat potensi kecurigaan di sektor perpajakan atau tidak.‬

‪”Membuka data itu sebenernya (ada) di PPATK dan itu sudah berjalan dalam sistem anti money laundering. Dan itu melaporkan transaksi keuangan mencurigakan. Ya karena ada triggernya. Jadi tidak semua data (nasabah) dikirim,” papar Tiko.‬

Menurutnya, jika dibuka secara serampangan dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan di mata nasabah perbankan. Hal ini pun sudah disampaikan ke pihak Kementerian Keuangan.

“Kita sudah bilang ke Kemenkeu, kalau tanpa trigger kan tentu akan masif dan mungkin penggunaannya akan menimbulkan keresahan. Butuh sosialisasi yang baik terkait indikasi awal penghindaran pajak nasabah,” terang Tiko.

Kata permintaan agar lebih selektif dalam membuka data nasabah itu, sejauh ini belum direspon oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.

“‪Belum ada (respon). Kemarin yang mau diterapkan keterbukaan transaksi dan sekarang diskusi lagi,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: