Jakarta, Aktual.com – Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) akan mengumumkan hasil sengketa dagang Australia dengan pemerintah Indonesia bersama Honduras, Republik Dominica, Kuba terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek (plain packaging).

Kabarnya posisi Indonesia bakal kalah di sidang WTO. Kebijakan plain packaging rencananya akan berlaku pada Februari mendatang.

Terkait hal itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, jika memang pemerintah kalah di WTO, Indonesia bakal menghadapi ancaman yang serius bagi produsen rokok dalam negeri. Terutama lagi pada ekspor produk tembakau.

“Gaprindo akan mendukung upaya banding pemerintah Indonesia di WTO jika dinyatakan kalah dalam sengketa dagang kebijakan plain packaging terhadap Australia itu,” kata dia, ditulis Senin (25/12).

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti menyebut, kasus ini muncul atas komplain dari Indonesia terkait dengan undang-undang Australia yang mengharuskan penggunaan plain packaging dalam penjualan produk rokok atas alasan kesehatan.

“Sehingga dampaknya tidak membolehkan memunculkan merk rokok, ataupun asal tembakau nya. Kebijakan plain packaging ini, bagi produsen rokok, dianggap sebagai tindakan yang menghambat perdagangan,” tandas dia saat dihubungi, Senin (25/12).

Memang UU itu dilakukan Australia sebagai salah satu strategi untuk mengurangi angka perokok di Australia.

Namun masalahnya, konsumen susah membedakan mana rokok yang diproduksi dengan tembakau Indonesia dan mana yang bukan.

“Tapi di samping itu, efek yang ditimbulkan dari kebijakan plain packaging itu diklaim dapat merugikan industri rokok,” kata dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo menyebut, Indonesia pasti akan mengajukan banding jika dinyatakan kalah pada laporan akhir WTO appellate body itu.

“Kita akan naik banding jika kalah, meskipun hanya kalah satu dari 12-13 klaim. Karena kebijakan plain pacjaging itu salah. Baik dalam konteks produk tembakau atau dalam komitmen perdagangan global,” kata Iman.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: