Jakarta, Aktual.com-Peristiwa Badai Harvey yang terjadi di Teluk Texas, membuat harga minyak mentah terjungkal, hal ini terjadi di akhir perdagangan Kamis waktu setempat, sedangkan margin bensin melesat saat badai tersebut mendekati pusat penyulingan di Pantai Teluk Texas.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober ditutup melemah 98 sen di US$47,43 per barel di New York Mercantile Exchange. Total volume yang diperdagangkan mencapai sekitar 7% di atas rata-rata pergerakan 100 hari.

Sedangkan harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober berakhir turun 53 sen di US$52,04 per barel, di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.

Badai Harvey juga memaksa para pekerja meninggalkan sejumlah platform energi di Teluk Meksiko, menutup terminal laut, serta berpotensi membanjiri kilang di Houston dan Corpus Christi.

“Dengan terjadinya badai, ada lebih sedikit permintaan minyak di tengah kemungkinan penutupan kilang minyak. Ada risiko banjir yang sangat serius,” sebut Kyle Cooper, Direktur Riset IAF Advisors di Houston, seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (25/8).

Badai tersebut dinilai telah mengintensifkan pelemahan minyak yang telah didorong oleh kekhawatiran akan terjadinya kenaikan produksi dari sejumlah negara produsen seperti AS dan Libya, saat OPEC dan mitranya berjuang untuk menahan kelebihan suplai global.

Sejalan dengan mendekatnya Badai Harvey, Perusahaan Penyuling Flint Hills Resources LLC bakal menutup semua unit operasionalnya di area tersebut. Sedangkan, LyondellBasell Industries NV di Houston dikabarkan tetap beroperasi dengan harga yang lebih rendah menjelang badai.

Royal Dutch Shell Plc sendiri telah menutup produksinya di platform Perdido di Teluk Meksiko serta mengevakuasi fasilitas tersebut. Anadarko Petroleum Corp. menutup produksi dan juga mengevakuasi pekerja di beberapa platform produksi minyak dan gas.

Selain Exxon Mobil Corp. yang juga menutup platformnya, Magellan Midstream Partners LP menghentikan operasinya di terminal laut Corpus Christi.

Di sisi lain, margin bensin sesuai dengan acuan AS melonjak 12% menjadi US$17,59 per barel untuk kenaikan terbesar sejak Februari.

“Lonjakan ini terjadi dengan asumsi bahwa akan ada penurunan output kilang yang cukup dengan satu atau dua hari penutupan,” kata Michael Lynch, pimpinan Strategic Energy & Economic Research di Winchester, Massachusetts.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs