Pada kesempatan yang lain, Rizal Ramli menilai adanya campur tangan asing dari pertama kali dikeluarkannya kebijakan BLBI. Ia menunjuk International Monetary Fund (IMF), sebagai biang keladi dari kesemrawautan kasus BLBI.

Rizal menceritakan sebelum terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1998, Menteri Ekonomi di era Presiden Soeharto, mengundang IMF ke Jakarta.

“Seperti diketahui, Asia pada tahun 97-98 mengalami krisis (ekonomi). Kena negara-negara tetangga, kena Indonesia. Kalau kita tidak mengundang IMF, ekonomi Indonesia tetap kena krisis, anjlok sekitar 6 persen,” kata Rizal Ramli, Jumat (6/7).

Kehadiran IMF ini menurut Rizal justru membuat perekonomian Indonesia anjlok hingga 13 persen.“Nah, setelah IMF masuk, dia sarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen rata-rata jadi 80 persen. Dampaknya, banyak perusahaan yang sehat jadi bangkrut, tidak tahan dengan bunga segitu,” jelas Rizal.

Selain itu, IMF memerintahkan pemerintah Indonesia saat itu menutup 16 bank kecil. Hal tersebut justru membuat rakyat tidak percaya dengan seluruh bank di Indonesia, termasuk swasta.

“Rakyat mau menarik uang. Seperti BCA, Danamon, bank-bank itu nyaris bangkrut. Akhirnya pemerintah terpaksa suntik BLBI, ketika itu senilai 80 miliar dolar. Ini termasuk langkah penyelamatan bank terbesar di dunia,” imbuhnya.

Terakhir, IMF juga memaksa pemerintah Indonesia menaikan harga BBM hingga 74 persen pada 1 Mei 1998. Rizal Ramli ketika itu telah memperingatkan sebaiknya tidak dilakukan karena suasana sosial sedang “panas”.

“Namun, pada 1 Mei Presiden Soeharto naikkan harga BBM. Besoknya langsung terjadi demonstrasi besar-besaran. Akibat tiga kebijakan ini terjadilah kasus BLBI,” kata Rizal Ramli.

Kasus BLBI terjadi saat krisis moneter terjadi di Indonesia pada 1997—1998. Sejumlah bank memiliki saldo negatif akhirnya mengajukan permohonan likuiditas kepada BI saat itu, namun akhirnya diselewengkan.

Total dana yang dikucurkan mencapai Rp144,53 triliun untuk sedikitnya 48 bank. Pada Januari 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menagih kewajiban para obligor.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby