Yusril pun menunjukkan salinan Inpres 8 tahun 2002 yang ditandatangani Megawati dan dikeluarkan oleh Deputi Sekretaris Kabinet bidang Hukum dan Perundang-undangan Lambok V. Nahatands.

“Saat rapat kedua Presiden mengatakan ‘Ya ini nasib saya mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer’. Saat Presiden mau memutuskan seperti itu, saya katakan ‘Saya rela pelan-pelan mati’, Pak Bambang Kesowo bertanya ‘Kenapa mati mas?’, saya katakan ‘Saya tidak bisa jelaskan sekarang, pokoknya SKL itu akan menimbulkan kesulitan di kemudian hari’,” balas Kwik.

Bambang Kesowo lalu membuat memo dan Presiden pun menutup sidang kabinet tanpa membuat keputusan.

“Baru sidang ketiga dibuat inpres dan meminta ‘Yusril tolong disusun’, jadi perintah Presiden Megawati ke Pak Yursil definitif untuk menyusun draf,” jelas Kwik.

Terkuaknya perintah membuat draf tersebut pun menjadi tanda tanya besar, terlebih hingga kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama sekali belum membuat rencana untuk memeriksa Megawati Soekarno Putri. Padahal menurut Rachmawati Soekarnoputri tak hanya obligor, namun juga penerbit surat keterangan lunas, yang notabene Kakak kandungnya tersebut harus pula bertanggung jawab.

“Tidak hanya kepada pelaku, obligor atau koruptor yang terlibat dalam skandal BLBI, tapi juga yang membuat kebijakan SKL atau release and discharge di era Megawati [Soekarnoputri],” kata Rachmawati medio 2016.

Selain itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin), Rizal Ramli, sempat menyebut adanya perbedaan dalam kebijakan terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) antara Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dengan Megawati Soekarnoputri yang ketika itu menjabat Wakil Presiden. Saat kekuasaan Gus Dur dijatuhkan, disaat itu pula kebijakan BLBI berubah.

Ia menuturkan, saat Gus Dur masih memimpin, pemerintah memiliki target agar semua pihak yang mendapatkan BLBI mengakui hutangnya ke negara. Upaya yang dilakukan agar para obligor itu mengakui hutangnya ialah dengan memberikan ‘personal guarantee’.

“Pada waktu itu kami minta supaya diberikan ‘personal guarantee’, karena sebelumnya tidak diminta, agar punya tanggung jawab sampai hutangnya selesai. Karena dengan memberikan ‘personal guarantee’, putra sampai cucu tanggung jawab kepada hutang tersebut,” papar Rizal, dalam wawancara eksklusif salah satu televisi nasional, Jumat (28 April 2017).

Namun sayangnya, saat Megawati memegang mandat tertinggi rakyat kebijakan ‘personal guarantee’ itu dihapus. Keputusan inilah yang kemudian disayangkan oleh Rizal, sebab dengan kebijakan itu Pemerintah justru lemah.

“Tetapi, setelah kami tidak di situ, ‘personal guarantee’ malah dibalikin kembali, sehingga pemerintah ‘bargaining position’ nya menjadi lebih lemah dibanding penghutang,” sesalnya.

IMF Biang Keladi Kasus BLBI

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby