Semarang, Aktual.Com- Satya Laksana, selaku nasabah meminta Bank Jateng tak mengalihkan tanggungjawab uang miliknya senilai Rp 6 miliar yang raib kepada mantan kepala Bank Jateng Unit Syariah Cabang Solo saat itu, Teguh Wahyu Pramono. Pasalnya, Bank Jateng yang kini menjadi Tergugat satu merupakan subjek hukum yang memberi kuasa sebagai karyawan kepada Tergugat II (Wahyu Teguh P).

Dalam replik Satya Laksana, melalui kuasa hukumnya Kahar Mualamsyah menyatakan , antara Tergugat I dan Tergugat II terdapat hubungan hukum yang erat, yaitu hubungan ketenagakerjaan antara pemberi kerja dan penerima kerja. Akan keliru, kata dia, bila mengalihkan tanggungjawab kepada bawahannya untuk mengganti uang Rp6 miliar kepada penggugat.

“Dalil Bank Jateng bahwa ada surat pengakuan hutang dari Bagus Joko Suranto adalah tidak benar. Klien kami tidak mengakui adanya surat yang dimaksud itu,” ucap dia saat membacakan replik dari para tergugat di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (22/2).

Hal itu pula diamini Teguh, bila dalam eksepsi pada pokok perkara halaman 4 dan 6 disebutkan Joko Bagus Suranto mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Jateng Syariah Solo dan telah disetujui pula.

Dengan begitu, lanjut Kahar, eksepsi para Tergugat yang diajukan tidak beralasan hukum. Sebagaimana pasal 1367 BW secara tegas disebutkan seorang tidak saja bertanggungjawab yang dirugikan atas perbuatannya sendiri, melainkan juga kerugian untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya atau orang-orang yang berada dibawah pengawasannya.

“Kami minta kepada majelis hakim agar menolak seluruhnya. Bahwa hubungan klien kami dengan Tergugat II adalah nasabah bank, bukan perorangan,” ucap dia.

Dalam kasus perkara nomor 407/Pdt.G/2016/PN.SMG tersebut nasabah menggugat kepada Bank Jateng senilai Rp22 miliar. Bahkan, sebelumnya pula nasabah telah mengajukan gugatan yang dimenangkan dalam tingkat pertama dan kedua. Hanya saja, dalam kasasi nasabah ditolak majelis hakim karena kurang pihak, yakni Tergugat II (Wahyu Teguh P).

Disamping itu pula, Bagus Joko Suranto dan Teguh Wahyu Pramono telah dipidana penjara kurungan 5 tahun dan 7 tahun, lantaran bersama-sama mengalihkan uang nasabah yang menimbulkan kerugian negara Rp6 miliar.

Sementara, kuasa hukum tergugat II, Muhammad Dasuki mempertahankan pada eksepsi sidang sebelumnya yang akan disampaikan pada sidang dengan agenda duplik mendatang. Pihaknya tetap pada eksepsi lalu yang bahwa yang bertanggungjawab adalah Bank Jateng. Pasalnya, sebagai koorporasi/ perusahaan yang bertanggungjawab sebagai subjek hukum. “Hubungan antara klien kami (Wahyu Teguh Purnomo) saat itu masih menjabat sebagai kepala Bank Jateng Syariah Cab Solo. Adapun tergugat I, yakni Bank Jateng keliru jika mengalihkan tanggungjawb kepada klien kami atas dasar surat kuasa khusus maupun khusus pribadi dengan Bagus Joko S,” beber dia.

Menurut dia, tuntutan dalam petitum penggugat berlebihan dan diluar batas kewajaran kliennya. Pasalnya, dalam posita tidak dirinci secara terpisah besaran nilai ganti ruginya. Dengan begitu, tuntutan tanggung renteng ity menjadi dalil yang tidak rasional dan adil. “Penggugat memiliki hubungan hukum dengan Bagus Joko Suranto dalam rangka proyek jual besi scraf kapal. Dan ketika itu Bagus mengajukan modal kerja disetujui oleh Bank Jateng,” beber dia.

Meski begitu, pihak Bank Jateng membantah perbuatan Tergugat II melakukan pemindahbukuan dari rekening penggugat ke perusahaannya adalah selaku pribadi.
“Kedunya telah dihukum pidana dan meminta Bagus Joko Suranto membayar ganti rugi. Maka, sudah jelas klien kami selaku Bank Jateng tidak dikategorikan perbuatan melawan hukum,” pungkas Maria Ulfa, selaku kuasa hukum Bank Jateng.

Pewarta : Muhammad Dasuki

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs