Gedung Kemenkeu

Jakarta, Aktual.Com – Kementerian Keuangan berencana untuk menerapkan kebijakan pajak progresif atas tanah yang nganggur. Hal ini sebagai usulan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Namun demikian, justru kajian pemerintah ini masih sangat prematur. Bahkan pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sendiri belum tahu apa itu tanah nganggur yang akan dikenai pajak progresif tersebut.

“Saya belum tahu detil kriteria (tanah nganggur) itu. Tapi yang jelas pemerintah buat kebijakan untuk hindari tanah menganggur dan aksi spekulan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama, di Jakarta, melalui pesan tertulis ditulis, Jakarta, Kamis (9/2/2017).

Menurut dia, banyaknya ulah spekulan tanah juga menjadi alasan pajak progresif ini. Apalagi banyak tanah yang diborong tiba-tiba ketika di daerah ada rencana mau dibangun infrastruktur, seperti jalan tol. Sehingga harga tanah bisa langsung tinggi.

“Kita mau cegah spekulasi atas tanah dengan terapkan pajak progresif. Kalau Anda beli tanah terus jual dalam dua tahun, itu bisa spekulan. Kalau mau bangun itu bukan. Bisa saja pajaknya kita buat berbeda,” jelas Hestu.

Dia memastikan, pemerintah masih belum punya konsep matang. Sehingga, kata dia, Kemenkeu tidak akan terburu-buru dan harus sangat hati-hati agar tidak kontraproduktif.

“Terus terang, formulasinya (pajak progresif) belum kami tetapkan, karena begitu banyak permasalahan yang harus kami pertimbangkan,” kilah dia.

Termasuk, kata dia, pemerintah masih membahas skema regulasinya di lapangan. “Legal basisnya apa dan sebagainya, apakah mengubah UU atau tidak masih dibahas. Kalau ubah UU itu butuh proses panjang. UU PPh sebetulnya ada, instrumen sudah siap. Du UU PPh pasal 4 ayat 2,” jelasnya.

Di tempat yang sama, pengamat properti Ronny Wuisan menegaskan, kebijakan ini akan menjadi beban usaha para pengembang. Kalau itu pengembang besar tak masalah, tapi yang akan menderita pengembang kecil.

“Iya jadi beban usaha, misalnya dia punya tanah di suatu daerah. Mau bangun apapun belum bisa, lalu pajak progresif itu masuk untuk lima tahun ke depan, padahal memang dia tidak bisa membangun karena memang belum ada pasarnya,” jelas dia.

Akibatnya, pemilik tanah ini harus bayar terus menerus, sehingga ketika nanti bisa menjual produknya langsung akan tinggi. “Iya harga properti akan mahal. Bayangkan, kalau tanah progresif ini muncul setiap tahunnya, harga properti kian tinggi,” keluh Ronny.

Pewarta : Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs