Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai salah satu penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tambang secara besar-besaran, karena turunnya harga mineral dan batu bara yang dikendalikan dunia.

Ketua Bidang Mineral dan Batu Bara (Minerba) Apindo Muliawan Margadana, menegaskan bahwa PHK massal yang sudah terjadi karena harga minerba turun meskipun sifatnya fluktuatif.

“Masalah yang membuat PHK besar di industri tambang, salah satunya harga tidak ditentukan kita sendiri sebagai penjual dan pembeli,” katanya dalam diskusi di Kantor Apindo Jakarta, Rabu (23/8).

Muliawan lebih lanjut mengatakan, “Kontrol harga dari internasional sehingga kalau harga batu bara turun sedunia, harga emas turun sedunia.” Ia menjelaskan bahwa turunnya harga mineral dan batu bara dunia cenderung fluktuatif, yakni terjadi 4 s.d. 5 tahun.

Pada tahun 2014 s.d. 2016, misalnya, terjadi PHK massal di Kalimantan Timur yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian lokal.

Perekonomian di beberapa kota, seperti Samarinda dan Berau, terdampak efek berganda karena PHK massal, yakni sejumlah hotel dan restoran terlihat sepi.

Industri tambang pada umumnya di Indonesia memenuhi delapan hak normatif yang ada di dalam perjanjian kerja bersama, yakni upah minimum, jaminan sosial, THR keagamaan, waktu kerja, upah kerja lembur, keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan waktu istirahat.

“Bagi industri tambang, delapan hak normatif ini tidak ada masalah. Kalau ada masalah perselisihan di industri tambang, biasanya menyangkut kepentingan pribadi, bukan perselisihan hak,” katanya.

Adapun menurut data Apindo, komparasi upah minimum per bulan di Indonesia yang tertinggi di Karawang, Jawa Barat, sebesar 243 dolar AS (kurs 2015), sedangkan yang terendah di NTT 104 dolar AS.

Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, upah minimum per bulan di Indonesia yang paling tinggi. Misalnya, di Filipina sebesar 230 dolar AS, Malaysia 209 dolar AS, Vietnam 136 dolar AS, Myanmar 81 dolar AS, dan Laos 107 dolar AS (kurs 2015).

Ia menambahkan bahwa perusahaan pemberi kerja melakukan PHK karena ada beban biaya jaminan sosial yang harus mereka tanggung, yakni hingga 11,74 persen dari total upah.

Oleh karena itu, perusahaan cenderung menggunakan sistem kerja “outsourching” dan mempekerjakan pekerja kontrak untuk bertahan secara operasional.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: