Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli didatangi ratusan warga di kedamannya Jalan Bangka, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018). Kedatangan mereka untuk mendukung Rizal Ramli sebagai Calon Presiden (Capres) 2019. Sambil bersantap makan siang, Rizal Ramli menjawab erbagai pertanyaan dari warga mulai dari harga kebutuhan pokok yang masih tinggi hingga kekhawatiran warga akan naik dan langkanya LPG 3 KG yang disubsidi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sejumlah tokoh tanah air telah menyatakan dukungannya kepada Rizal Ramli untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019, mulai dari Wakil Ketua Umum Gerindra Rachmawati Soekarnoputri dan budayawan Jaya Suprana.

Tidak hanya itu, dukungan juga mengalir deras dari para ulama Pondok Pesantren Gontor dan Tebu Ireng, dua pesantren yang notabene menjadikan Rizal Ramli sebagai keluarga besarnya.

Namun demikian, RR, sapaan Rizal Ramli mengaku tidak terlalu mengkotak-kotakkan organisasi Islam di tanah air, khususnya antara Nahdlatul Ulama dengan Muhammadiyah. Secara pribadi, ia mengaku jika dirinya tumbuh dengan rangsangan dua ormas Islam terbesar di Indonesia itu.

Bahkan, kata RR, dua institusi itu telah merasuk menjadi satu di dalam dirinya.

Demikian yang diucapkan RR ketika ditanya oleh peneliti Jepang, Nakamura, soal kedekatannya dengan NU padahal terlahir di Padang.

“Jika Anda mengatakan saya orang Padang, kenyataannya memang saya lahir di Padang. Dan mayoritas masyarakat Padang memang Muhammadiyah. Saat saya menjadi yatim piatu di usia 6 tahun, saya diboyong nenek saya ke Bogor. Di Bogor, mayoritas adalah warga NU,” ujar Rizal Ramli kepada Nakamura di Tokyo, Jepang, pada beberapa waktu lalu.

Nakamura adalah akademisi asal Universitas Chiba, Jepang, yang melakukan penelitian tentang Muhammadiyah. Salah satu karyanya “Bulan sabit terbit di atas pohon beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Sekitar 1910-2010″.

RR menambahkan, selain lingkungan tempatnya tumbuh, NU juga memiliki ikatan tersendiri lantaran adanya persahabatan antara dirinya dengan mantan Ketua PBNU yang juga Presiden RI ke-4, Abdurahman Wahid alias Gus Dur.

Hubungan yang dekat dengan Gus Dur itu mau tidak mau di kemudian hari membawa Rizal Ramli juga berhubungan dekat dengan kaum Nahdliyin atau yang lebih dikenal dengan NU Kultural.

“Saya bersahabat dengan Gus Dur sudah lama sekali. Semasa almarhum menjadi Ketua Umum PBNU, saya sering hadir di ceramahnya,” kenang RR.

Tidak hanya itu, ia pun mengaku kerap berkunjung ke beberapa pesantren, seperti Tebu Ireng di Jombang, Al Hikam yang didirikan oleh almarhum KH Hasyim Muzadi di Depok, Jawa Barat.

Kemudian Pesantren Al Kharimiyah yang dipimpin oleh KH A Damanhuri di Sawangan Depok, pesantren Mambaul Hikmah yang dipimpin oleh KH Sulton di Tegal.

“Ketika saya diundang ke pertemuan alumni pesantren Tebu Ireng, ratusan alumni yang hadir dalam pertemuan itu memberikan saya gelar Gus Romli,” ungkapnya.

Selain dengan NU, Rizal Ramli menambahkan, bahwa dirinya juga mempunyai hubungan cukup dekat dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah.

“Beberapa kali saya menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah. Saya pernah menjadi saksi ahli dalam gugatan yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah terhadap UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang dinilai pro pasar bebas dan asing. Gugatan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan berhasil menang,” papar izal Ramli.

Rizal Ramli juga menceritakan bahwa ia juga mempunyai hubungan dekat dengan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang banyak mempunyai alumni yang menjadi tokoh-tokoh Islam.

Antara lain, sambung Rizal, Din Syamsudin yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dan almarhum KH Hasyim Muzadi yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU serta Ustad Bachtiar Nasir yang menjadi penanggung jawab Aksi Damai satu juta Umat Islam pada tanggal 4 November 2016 (411) di Monas dan sekitarnya.

“Sebenarnya saya punya historis juga dengan Pondok Pesantren Gontor. Pada tahun 1976, saya dan seirang kawan, Irzadi Mirwan, pernah nyantri seminggu di Gontor,” kenang Rizal Ramli.

Setelah mendengarkan penjelasan Rizal Ramli, Nakamura pun mengaku, memiliki kesamaan dengan mantan Menko Ekuin era pemerintahan Gus Dur itu. Meski penelitiannya hanya terfokus pada sejarah pergerakan Muhammadiyah, Nakamura mengatakan, kawan-kawannya di Indonesia tetap banyak juga yang berasal dari kalangan Nahdlyin.

Bahkan, Nakamura mengungkapkan, bahwa almarhum Gus Dur pernah berkunjung ke rumahnya di Jepang. Dikisahkan Nakamura, Gus Dur sempat menantangnya untuk meneliti lebih jauh gerakan Islam di Indonesia.

“Anda melihat sebagian dari Islam di Indonesia saja, kalau cuma Muhammadiyah itu kurang sempurna. Anda harus melihat NU (Nahdlatul Ulama, red), coba ikut mengobservasi, pengamatan terhadap gerakan masyarakat NU,” kenang Nakamura menirukan ucapan Gus Dur.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan