Wakil Ketua DPR Fadli Zon didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin Sidang Paripurna DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4). Dalam kesepatan tersebut Fadlizon membacakan surat pengajuan hak angket dari Komisi III DPR dengan nomor 032DW/KOM3/MP4/IV/2017 tanggal 20 April 2017. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai keputusan DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki berbagai persoalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sudah sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis.

“Bagus itu, maksudnya kan begini angket itu diatur dalam konstitusi, angket itu adalah cara sebuah negara hukum yang berdemokrasi dalam UUD kita diakui bahwasanya kita ini adalah negara hukum demokratik,” kata Margarito, Jumat (28/4).

Menurutnya, angket justru memperkuat lembaga pimpinan Agus Rahardjo tersebut. Ia mengutip jargon KPK, yakni Berani Jujur, Hebat. KPK tidak perlu takut, melainkan mengklarifikasi dan membuktikan fakta dan data yang dimilikinya.

Lembaga antirasuah tidak perlu khawatir terjadi pelemahan dengan adanya hak angket DPR untuk mengungkap terang-benderang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang belakangan mencuat.

“Angket justu memperkuat, kejujuran adalah kekuatan terbesar, kejujuran itu tidak pernah melahirkan ketakutan bagi pemilik kejujuran. Kenapa harus dipikirin ini akan melemahkan, kenapa ditakuti hak angket ini, orang jujur kok takut,” ucapnya.

Ke depan, tambah Margarito, hak angket yang telah disetujui DPR ini bisa menyelidiki sejumlah dugaan penyelewengan di KPK. Salah satunya terkait tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK dalam mengelola anggaran sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Rapat paripurna DPR hari ini menyetujui usulan hak angket yang ditujukan kepada KPK, Jumat (28/4). Sejumlah fraksi yang menyampaikan penolakannya, yaitu Fraksi Demokrat, Fraksi PKB dan Fraksi Gerindra.

Usul penggunaan hak angket muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi III bersama KPK yang berlangsung Selasa 18 April lalu. Saat itu, DPR mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini tersangka korupsi pengadaan e-KTP.

(Fadlan Syam Butho)

Artikel ini ditulis oleh: