Presiden Joko Widodo disaksikan Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat menandatangani Nota Keuangan dan RAPBN 2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). Dalam pidato pembacaan RAPBN 2018 dan nota keuangan hari ini, Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur, target pertumbuhan ekonomi hingga utang. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – 

Istri mendiang aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir, Suciwati secara terang-terangan menyatakan keengganannya untuk mendukung pencalonan Joko Widodo sebagai kandidat Presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Ketika ditanya Aktual.com, ia tampak tak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Jokowi.

“Ah enggak lah. Tiga tahun aja dia (Jokowi) gagal, mau milih lagi, ogah,” ujar Suciwati singkat di kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Rabu (16/8).

Suciwati beranggapan jika selama tiga tahun kepemimpinan Jokowi, penegakkan HAM hanya menjadi komoditas belaka. Hal ini dikarenakan nihilnya realisasi dari janji kampanye Jokowi tentang penegakkan kasus-kasus HAM masa lalu di Indonesia, termasuk kasus pembunuhan Munir.

“Dia mau jual apalagi? Kemarin dia menang karena jualan ini (penuntasan kasus munir). Hak asasi dan hukum itu hanya jadi jualan dan komoditi politik bagi mereka,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Suciwati juga menyebut era Jokowi sebagai masa suram bagi kebebasan berpendapat di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya kriminalisasi sejumlah ulama, aktivis dan mahasiswa yang dituduh pemerintah melakukan makar.

Terlebih, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

“Hari ini kasus Munir nol. Bahkan sekarang kita ngeri lho ada Perppu Ormas. Itu kemunduran soal penegakan hukum dan kebebasan masyarakat sipil, itu bahaya,” tegasnya.

“Kemudian jadi anti kritik pemerintah hari ini. Jadi soal hak asasi dia, nol,” pungkasnya.

 

Laporan Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh: