Wakil Ketua DPR Fadli Zon didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin Sidang Paripurna DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4). Dalam kesepatan tersebut Fadlizon membacakan surat pengajuan hak angket dari Komisi III DPR dengan nomor 032DW/KOM3/MP4/IV/2017 tanggal 20 April 2017. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyatakan bahwa partainya sejak awal menolak hak angket yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hak angket ini oleh DPR disahkan melalui rapat paripurna, Jumat (28/4) kemarin.

“Sejak awal Gerindra menolak hak angket terhadap KPK. Apalagi dalam prosesnya kami mencium angket ini dipaksakan,” tegas Andre kepada wartawan, Sabtu (29/4).

Dalam pandangan Gerindra, apa yang diputuskan pimpinan dewan dalam paripurna sangat dipaksakan dan terburu-buru. Dengan alokasi waktu yang ada, semestinya setiap anggota diberikan kesempatan untuk menyerap aspirasi dari masing-masing konstituennya dalam reses.

Selain itu, proses pengambilan keputusan di paripurna juga dilakukan tidak transparan. Sebab sebelumnya di di Badan Musyawarah (Bamus) diputuskan bahwa di paripurna hanya akan membacakan usulan dari pengusul hak angket, bukan mengambil keputusan.

“Kita di Bamus sudah menyampaikan ditunda dulu sampai reses. Pada masa reses itulah kita bisa menampung dan mendengarkan masukan masyarakat. Apakah masyarakat butuh angket atau tidak,” jelas Andre.

“Yang terjadi justru pimpinan memaksakan angket, karena itu kami memutuskan walk out. Ini sesuai instruksi Ketum Prabowo Subianto bahwa KPK harus didukung dalam memberantas korupsi. Bukan sebaliknya dilemahkan posisinya,” sambungnya.

Andre menambahkan, Ketua Umum Prabowo Subianto sebelum hak angket disahkan juga menginstuksikan seluruh kadernya termasuk di parlemen untuk menolak usulan Komisi III DPR tersebut. Alasannya, pemberantasan korupsi merupakan salah satu program prioritas Gerindra.

“KPK itu ujung tombak pemberantasan korupsi, kalau posisinya terus dilemahkan bagaimana ke depan? Kita harus proporsional dalam melihat masalah ini,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: