Pedagang sayur di Pangkalpinang merugi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Anjloknya daya beli di era Presiden Joko Widodo ini bukan cuma isu yang diembuskan oleh lawan politik Presiden. Justru itu sebuah fakta yang indikatornya sangat kuat.

“Jadi kondisi yang membuat daya beli anjlok itu karena golongan bawah tampaknya masih sangat tertekan. Hal ini karena upah riil buruh dan Nilai Tukar Petani (NTP) itu masih tumbuh negatif serta keterlambatan pencairan subsidi pangan untuk golongan miskin,” tegas Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Damhuri Nasution di Jakarta, ditulis Jumat (6/10).

Sementara untuk konsumen golongan menengah tampaknya menahan konsumsi mereka. Hal ini karena mereka mengantisipasi pengeluaran yang besar sesudah lebaran, yaitu tahun ajaran baru. Bahkan berdasar survei Danareksa menunjukkan, ada peningkatan kekhawatiran konsumen terhadap kenaikan administered prices, khusunya tarif tenaga listrik (TTL).

“Tampaknya, kenaikan TTL 900 VA tahap I dan II masih bisa diserap konsumen. Namun akumulasi tiga kali kenaikan semakain terasa berat bagi sebagian konsumen,” ungkap dia.

Dengan begitu, adanya rencana pengeluaran yang besar yang diikuti kenaikan ekspektasi inflasi mendorong sebagian konsumen (mungkin) mengerem daya belinya. “Di samping itu juga ada pergeseran pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dari Juni 2016 menjadi Juli 2017,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu