Terdakwa teror bom Thamrin, Aman Abdurrahman menghadiri sidang pembacaan tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018). Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU). Aman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Terdakwa kasus terorisme bom Thamrin, Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurahman, mengaku saat ia dipenjara, dirinya pernah dibujuk oleh seorang profesor asal Sri Lanka untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia.

Hal tersebut ia ungkapkan dalam sidang pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5).

Menurut dia, profesor asal Sri Lanka tersebut bernama Profesor Rohan yang bekerja untuk Singapura dan bekerja sama dengan Pemerintah RI di bidang deradikalisme.

Oman mengatakan, bermula pada 21 Desember 2017, ia yang berada di sel isolasi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, kedatangan tamu bernama Prof Rohan yang didampingi penerjemah dan beberapa perwira Densus 88.

Saat itu, Rohan mewawancarai Oman seputar prinsip yang ia pegang selama ini.

“Saya diwawancarai perihal tauhid, syirik hukum, syirik demokrasi, status pemerintahan yang ada, tentang khilafah Islamiyah dan hijrah,” tuturnya.

Keesokan harinya, rombongan yang sama datang lagi, namun kali ini datang bersama beberapa orang kru yang merekam perbincangannya.

“Pada pukul 10.30 sampai 11.30, saya kembali diwawancara Prof Rohan dengan direkam video perihal buku-buku, rekaman kajian yang disebarkan selama di penjara dan di luar penjara,” ujarnya.

Proses rekaman selesai dan Rohan pun pergi dan kembali menemui Oman setelah sebelumnya Rohan bertemu dengan pejabat negara.

Lalu dalam pertemuan berikutnya, Rohan kembali datang dengan mengajukan tiga buah penawaran kepada Oman.

Penawaran pertama, Rohan mengajak Aman untuk bekerja sama dengan pemerintah. Jika dirinya mau, maka hukumannya akan diperingan.

“Bila ustadz Oman mau berkompromi, maka akan langsung dibebaskan dan bila tidak mau berkompromi, maka akan dipenjara seumur hidup,” ujar Aman menirukan omongan Rohan dalam pledoinya.

Ajakan itu ditolak oleh Oman dengan menegaskan bahwa dirinya tidak mau berkompromi dengan pemerintah.

“Saya tidak mau berkompromi dengan pemerintah, saya Insya Allah akan keluar dari penjara berupa mayat sebagai syahid atau keluar dalam keadaan hidup sebagai pemenang dalam prinsip ini,” ujar Oman.

Lalu Rohan berupaya mengajak Oman jalan-jalan ke Museum Indonesia serta mengajak Oman untuk makan malam di luar penjara Mako Brimob. Ajakan itu langsung ditolak oleh Oman.

“Saya jawab, saya tidak mau. Saya tidak akan keluar dari penjara kecuali berupa mayat sebagai syahid, Insya Allah atau keluar dalam keadaan masih hidup sebagai pemenang,” ujarnya.

Ia mempertanyakan peran WNA tersebut karena menurutnya tidak mudah bagi seseorang untuk masuk bertemu dengan teroris yang ditahan dan sekaligus memiliki kedekatan dengan pejabat negara.

“Silakan Anda analisa tiga ajakan tadi yang diutarakan oleh seorang WNA yang mewawancarai orang yang dia sebut tahanan paling berbahaya se-Asia Tenggara. Lalu dia menemui pejabat tinggi negara, lalu kembali menemui saya kembali di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain bahkan keluarga saya sekalipun,” katanya.

Oman ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bom Thamrin, kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom kampung melayu, serta kasus penyerangan di Bima, NTB dan Medan. Ia dituduh berperan sebagai dalang di balik teror tersebut.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: