Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, aksi 212 yang akan dilaksanakan di Gedung MPR, DPR dan DPD merupakan hak setiap warga negara Indonesia, yang ingin menyampaikan aspirasinya.

“Suasana yang aman dan tenang adalah keinginan masyarakat Jakarta dan Indonesia meskipun ada demonstrasi di Gedung Parlemen karena itu merupakan hak mereka untuk menyampaikan aspirasi,” kata Novanto di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (21/2).

Terlebih, kata Novanto, aksi itu telah diatur dalam konstitusi negara. Namun dia mengharapkan aksi berlangsung aman dan tertib karena esensi menjalankan demokrasi adalah hak-hak tiap warga terpenuhi.

“Hal ini agar apabila ada warga yang bekerja tetap aman dan tenang sehingga aktivitas berjalan secara normal.”

Aksi massa yang digelar di Gedung Parlemen diikuti oleh beberapa organisasi keagamaan dan organisasi kemahasiswaan. Mereka menuntut pencopotan Basuki Tjahaja Purnama alias sebagai gubernur DKI Jakarta karena telah berstatus terdakwa kasus penistaan agama.

Menurut dia, terkait kasus hukum, masyarakat harus percayakan kepada mekanisme yang berlaku. “Dan saat ini sedang berlangsung sidang kasus Ahok sehingga percayakan itu dengan jalur-jalur yang berlaku.”

Ketua Umum DPP Partai Golkar itu meminta masyarakat tidak terpancing dengan suasana politik yang terjadi, sehingga diharapkan masyarakat bisa memilah-milah informasi yang beredar.

Selain itu, dia belum bisa memastikan apakah pimpinan DPR dapat menerima massa aksi karena harus melihat perkembangan yang terjadi.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Muhammad Al-Khatthath bertemu dengan Pimpinan DPR pada Senin (20/2) untuk memberitahukan rencana aksi yang digelar Selasa (21/2) sedianya digalang oleh Forum Umat Islam dengan agenda menuntut penonaktifan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

“Kami ingin sampaikan, besok akan ada aksi. Jadi sekaligus ini, kami mau ‘kulonuwun’ besok akan ada massa besar, Insyallah aman. Tujuannya pencopotan Gubernur sesuai dengan tuntutan dari massa yang datang,” ujarnya.

Menurut Al-Khatthath, pengaktifan Ahok melanggar undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah karena yang bersangkutan merupakan terdakwa kasus penodaan agama yang sedang menjalani persidangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu