Jakarta, Aktual.com – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendukung perkembangan industri pertahanan dalam negeri karena akan memunculkan nilai tambah bagi Bangsa Indonesia, seperti soal tenaga kerja dan perputaran ekonomi nasional.

“Kalau BUMN tidak mampu maka lebih baik diajak berembuk para pelaku industri pertahanan swasta agar bisa dikerjakan di dalam negeri,” kata Bambang saat membuka acara Rapat Umum Anggota Luar Biasa Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) di Jakarta, Rabu (21/2).

Dia menekankan bahwa kebutuhan pertahanan dan keamanan nasional tidak boleh bergantung pada industri dari luar negeri karena produsen lokal alat utama sistem persenjataan (alutsista) lokal sudah mampu menghasilkan produk berkualitas.

Bambang juga mengkritik perlakuan khusus yang diberikan kepada BUMN dalam pembuatan alutsista, namun kenyataannya sebagian besar tidak dibuat di dalam negeri.

“Saya dapat informasi, hampir 80 persen peralatan pertahanan impor namun sampai ke Indonesia hanya ganti merek. Kita tidak boleh membohongi diri sendiri,” ujarnya.

Dia mengatakan akan meminta Komisi I DPR untuk memperhatikan hal tersebut karena impor bisa dilakukan kalau Indonesia tidak mampu memproduksi.

“Tapi ternyata kita punya industri pertahanan lokal yang mampu bersaing,” katanya.

Bambang mengatakan saat ini kekuatan militer Indonesia masuk dalam 14 besar di dunia dan diyakini bisa masuk 10 besar namun harus ditopang dengan dana yang besar.

“Anggaran pertahanan Indonesia tiap tahun terus meningkat, di APBN 2018 alokasinya senilai Rp107 triliun, dan Rp15 triliun dialokasikan untuk membeli alutsista,” katanya.

Dia mengingatkan kalau Indonesia terus bergantung pada alat pertahanan dari luar negeri maka kekuatan pertahanan bisa terukur karena data-data pembelian alutsista terekam pihak asing.

Oleh karena itu, Bambang mengingatkan agar industri pertahanan swasta nasional bisa diberikan ruang lebih luas karena banyak yang sudah mampu memproduksinya secara mandiri.

“Saya salut setelah melihat pameran Pinhantanas ternyata kita mampu membuat alat pertahanan sendiri seperti kapal tempur bawah laut, industri bom, dan mobil jihandak padahal setahu saya pengadaannya untuk Polri di impor dari luar negeri,” katanya.

Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengatakan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, ada dua pelaku utama industri itu, yakni Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.

Menurut dia, keduanya bersatu padu memenuhi kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) di Indonesia dan Pinhantanas bertindak sebagai payung bagi Badan Usaha Milik Swasta penyedia alpalhankam.

“Menurut hasil inventarisasi Pinhantanas, ada 81 pelaku usaha swasta yang berkecimpung dalam pemenuhan kebutuhan alpalhankam dalam negeri. Mulai dari pabrik pembuat kapal di Tanjung Priok, pembuat radio komunikasi, sistem manajemen perang, hingga bom untuk pesawat tempur,” katanya.

Dia mengemukakan perlu ditegaskan bahwa tujuan dari keberadaan Pinhantanas dan industri pertahanan swasta nasional mempercepat penguasaan teknologi pertahanan keamanan yang pada akhirnya memperkecil gap teknologi.

“Hingga pertahanan kita tidak perlu lagi bergantung pada impor,” katanya.

ANT

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara