Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) dan Menkeu Bambang Brodjonegoro (kiri) mengikuti rapat terbatas membahas masalah "dwelling time" dan tol laut yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/3). Rapat tersebut membahas pemangkasan waktu tunggu kapal bermuatan kontainer yang bersandar di pelabuhan, pembangunan pelabuhan komersil dan jalur tol laut yang menghubungan Indonesia Timur dan Barat, serta pemangkasan harga jual komoditi sebagai manfaat dari tol laut. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Pengurus Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan mengendus adanya niat busuk dari lahirnya PP Nomor 72 tahun 2016 itu. Pasalnya, ada klausul ‘diperlakukan sama dengan BUMN’ ternyata terkesan kurang menguntungkan dari aspek keuangan negara saja.

“Klausul itu terlihat dalam Pasal 2A ayat 7 di PP itu. Diperlakukan sebagai BUMN mencakup penugasan dan kebijakan khusus seperti penguasaan SDA (Sumber Daya Alam). Tapi justru bisa disebut bukan BUMN sebagai anak perusahaan holding ketika berkaitan dengan keuangan negara,” papar Dani di Jakarta, Kamis (19/1).

Dengan begitu, kata dia, potensinya anak usaha BUMN hanya mengejar laba yang justru akan mengganggu misi BUMN untuk menyejahterakan rakyat.

“Karena dengan PP itu, pengertian BUMN ternyata tidak mencakup bentuk penyertaan negara secara tidak langsung melalui BUMN. Hal ini tak menguntungkan keuangan negara, tapi menguntungkan para pengelola BUMN,” papar dia.

Apalagi memang, kata dia, pengawasan anak perusahaan hanya oleh holding dapat menimbulkan risiko hilangnya atau berkurangnya kekayaan negara. Hasil ini terjadi gara-gara adanya PP 72 tersebut.

“Karena dengan mengatasnamakan kebijakan korporasi, aset anak dan cucu perusahaan BUMN holding nantinya secara pelan-pelan dapat berkurang tanpa diketahui,” ujar Dani.

Ditambahkannya, ketika berstatus anak usaha itu, orientasi komersial cenderung ditonjolkan dibandingkan kepentingan lainnya. Apalagi kemudian, peran pengawasan DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada status anak perusahaan sudah tidak ada lagi.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka