Dari kiri ke kanan, Moderator Frisca Clarisa, Tokoh Muda NU Zuhairi Misrawi, Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi  Chaniago, Wasekjen DPP PPP Achmad Baidowi, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing dan Direktur LSIN Yasin Mohammad saat menjadi pembicara dalam Diskusi Dialektika di Kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (11/2/18). Diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei Independen Nusantara ini mengambil tema " Berebut Cawapres Jokowi : Peluang Koalisi Nasionalis-Santri". AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai polemik rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) tentang larang mantan narapidana tindak pidana korupsi menjadi calon anggota legislatif, harus segera diakhiri.

Menurutnya perihal itu sebaiknya diserahkan kepada partai politik masing-masing untuk membuat peraturan sebagai bentu komitmen dan integritas partai untuk melawan tindak korupsi.

“Misalnya mantan napi kasus korupsi tidak boleh nyaleg karena tidak akan dipilih rakyat, ketidak percayaan (dis-trust) dan akan gagal mendapatkan dukungan animo kepercayaan masyarakat. Termasuk affirmative action keterwakilan perempuan sebesar 30 persen diatur dalam dalam UU No. 10 Tahun 2008 ditegaskan bahwa partai politik baru dapat mengikuti setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. ,” kata Pangi di Jakarta, Sabtu (2/6)

Menurut dia, kalau KPU mengambil sikap demikian, bola panas bergulir pada parpol bukan lagi sama KPU, dan lembaga penyelenggara pemilu tersebut tidak perlu berhadapan secara langsung dengan aktor individu caleg dan partai politik.

“Sekarang secara tak langsung, mau tidak mau, suka atau tidak suka, KPU berhadapan langsung dengan peraturan perundang undangan pemilu dan sekaligus politisi londo ireng yang tidak terima aturan PKPU melarang mantan napi koruptor nyaleg,” pungkas Pangi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta