Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — Masyarakat diharapkan terus memantau penanganan kasus reklamasi pantai utara Jakarta yang saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu harus dilakukan agar kasus reklamasi ini tidak bernasib sama dengan kasus-kasus besar lain yang juga ditangani KPK.

Ketua Umum Serikat Kerakyatan Indonesia (Sakti) Standarkiaa Latief berpendapat, penanganan kasus BLBI dan Century contohnya, yang hingga kini tidak terungkap hingga ke akarnya.

“Kekuatan civil society bersama-sama harus mengontrol proses penanganan dan kepastian hukum kasus reklamsi. Karena kasus-kasus besar, contoh BLBI dan Century tidak pernah menjangkau master mind atau pelaku utama,” papar Kiaa, saat dihubungi Aktual.com, Jumat (27/5).

Dia pun mengaku masih ingat sesumbar yang dilontarkan Abraham Samad usai terpilih menjadi Ketua KPK. Ketika itu, tutur Kiaa, Samad dengan tegas mengatakan akan menuntaskan kasus Century.

“Bahkan ketika pimpinan KPK kemarin, pas menjelang Abraham Samad dilantik dia bilang, Abraham, Bambang Widjojanto, bilang kasus Century 1 tahun ke depan selesai, tapi sampai sekarang nggak selesai,” terangnya.

Kiaa pun melihat, ada kemungkinana kalau kasus reklamasi akan diperlakuan sama oleh lembaga antirasuah dengan kasus BLBI dan Century. Sebab, kasus reklamasi ini terindikasi melibatkan orang-orang yang memiliki kekuatan politik, termasuk Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Artinya kasus-kasus besar itu di garis bawahi, itu cenderung di peti es kan. Dan sangat mungkin reklamasi diproses dengan pola yang sama. Karena melibatkan orang-orang yang punya hubungan strategis dengan elit politik,” pungkasnya.

Kasus reklamasi terungkap lewat operasi tangkap tangan KPK terhadap karyawan PT Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro dan Ketua Komisi D DPRD DKI Muhammad Sanusi. Keduanya terungkap melakukan praktik suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Dalam perkembangannya, KPK kemudian menemukan adanya sejumlah kejanggalan ihwal proses penerbitan izin pelaksanaan untuk empat pengembang dalam proyek reklamasi. Terkhusus soal adanya ‘perjanjian preman’ antara Ahok dengan empat pengembang proyek reklamasi.

Keempat pengembang ini adalah PT Muara Wisesa Samudra dan PT Jaladri Kartika Pakci selaku anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, PT Jakarta Propertindo serta PT Taman Harapan Indah. Para pengembang ini, yang kemudian mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi dari Ahok.

Kendati demikian, pekan ini penyidik KPK sama sekali tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terkait dengan kasus reklamasi. Mengenai hal ini pun sudah coba ditanyakan ke pihak KPK.

Ketika dikonfirmasi ketiadaan pemeriksaan kasus reklamasi, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati hanya mengatakan kalau penyidik tengah fokus terhadap kasus lain.

“Karena masih ada pemeriksaan lain yang membutuhkan tenaga penyidik juga. Tapi (kasus reklamasi) masih jalan,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, di kantornya, Jakarta, Senin (23/5).

Artikel ini ditulis oleh: