2 Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Kasus RS Sumber Waras dan Reklamasi Teluk Jakarta. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam dua tahun terakhir sudah sangat hebat. Bahkan, dengan nada serius ia menyebut pemerintahan saat ini top plus ‘markotop’.

Berbicara dalam diskusi ‘2 Tahun Kekuasaan Jokowi-JK : Apa Kabar’ yang digelar Perkumpulan Gerakan Keadilan, Kamis (20/10), ia membeberkan penilaiannya terhadap sejumlah kebijakan brilian pada pemerintahan Jokowi.

diskusi '2 Tahun Kekuasaan Jokowi-JK : Apa Kabar' (doc aktual)
diskusi ‘2 Tahun Kekuasaan Jokowi-JK : Apa Kabar’ (doc aktual)

“Ini pemerintahan terhebat, top. Saya katakan jujur, ini pemerintahan top,” kata dia.

Diungkapkan, pada kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras telah sangat jelas bagaimana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya indikasi kerugian negara. Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemeriksaan BPK tersebut juga telah diminta untuk pengembangan kasus tersebut.

“Tapi sampai sekarang tidak jelas. Hilang, hebat kan? Sesuatu yang begitu jelas, sekarang ini bisa menjadi tidak jelas. Kan luar biasa prestasi pemerintahan ini, luar biasa,” ucapnya.

Hal yang sama berlaku dalam penanganan kasus reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Kasus yang belakangan diketahui menghantarkan terpilih Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia dalam Pilpres 2014.

Dalam sebuah kesempatan, kata Margarito, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui sendiri bahwa keterpilihan Jokowi menjadi Presiden RI karena sumbangan besar pengambang reklamasi. Bahkan, bahasa sederhana yang disampaikan Ahok adalah Jokowi tidak mungkin jadi Presiden jika tidak dibantu pengembang reklamasi.

Masih terkait reklamasi, ia juga menyinggung bagaimana eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja yang menyatakan perusahaannya menyetor Rp 1,6 triliun kepada Pemprov DKI sebagai bagian tambahan kontribusi pengembang.

Pernyataan Ariesman berkekuatan hukum sebab disampaikan dalam persidangan, yakni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Margarito menyinggung pula soal penentuan kontribusi yang dilakukan Ahok yang membuat Ketua KPK Agus Rahardjo bingung.

“Agus bingung, di tengah kebingungan itu sekarang pemerintah mengambil kebijakan mengganyang pungli,” urainya.

Padahal, secara hukum pungutan liar (pungli) ini sangat sederhana. Sebab pungli merupakan kegiatan yang tidak ada dasar hukumnya. Sementara untuk kontribusi yang dilakukan Ahok sangat jelas dan terang.

Namun dibawah pemerintahan Jokowi, kontribusi reklamasi ini tidak masuk dalam pungutan liar. Meski Ketua KPK Agus Rahardjo, dalam bahasa sederhana Margarito, menyebutkan bahwa kontribusi yang dipungut Ahook merupakan bagian dari pungli.

“Kontribusi itu apa dasar hukumnya? Tapi (nyatanya) reklamasi bukan pungli. Kontribusi dalam reklamasi yang nilainya sangat besar itu bukan pungli, kalau yang 10 juta itu pungli, 100 juta itu pungli. Kalau triliunan bukan pungli,” jelas dia.

“Kalau pungli masuk penjara dong, ditangkap dong. Ariesman bilang dalam sidang ada kontribusi triliun dalam sidang, ditempat yang tepat untuk mengungkapkan itu dan bernilai hukum. Ga ada kan? Berarti bukan pungli dong,” sambung Margarito.

Ditambahkan, hal terpenting dari semua itu adalah bahwa sesuatu yang sangat jelas dan nyata secara hukum salah, pada pemerintahan Jokowi menjadi benar. Itulah yang menurutnya menjadi kehebatan pemerintahan Jokowi. Meski agak sulit mengatakan bahwa hal itu merupakan rule of law, atau memang itulah yang menjadi tipologi rule of law pemerintahan saat ini.

“Lu ikut gue good. Lu ngga ikut gue, gue giles, gue buldozer. Lu ikut gue tidak pungli. Lu ngga ikut gue, lu pungli. Itu sebabnya saya bilang ini pemerintahan top, markotop,” demikian Margarito sambil mengacungkan dua jempolnya.

 

*Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: