Jakarta, Aktual.co — Dicintai Allah SWT adalah karunia yang amat berharga dan yang didambakan oleh semua umat. Ada hamba yang terplih menjadi kekasih-Nya, waktu yang dijadikan-Nya mustajabah sehingga doa-doa yang terpanjatkan dikabulkan. Ada pula amalan-amalan khusus yang bisa membuat Dia mencintai siapa pelaku amalan tersebut. Semua itu merupakan bukti bahwa Dia Maha Pencipta dan Mahakuasa untuk melakukan apa pun yang Dikehendaki-Nya.

Amalan-amalan yang dicintai Allah Ta’ala jumlahnya amat banyak. Biasanya, pelaku amal dan amalannya menjadi satu paket. Misalnya, sabar menjadi salah satu amalan unggulan dengan balasan pahala yang berlimpah. Maka dalam firman-Nya, Allah SWT menyebutkan, bahwa Dia bersama dan mencintai orang yang sabar (Shobirin).

Di antara banyaknya amalan yang dicintai Allah SWT itu, ada satu riwayat yang sangat aplikatif untuk kita upayakan. Yakni, tiga amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala. Riwayat ini berasal dari Abdullah bin Mas’ud dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya.

Berbakti kepada orang tua
Surga berada di telapak kaki ibu. Ridha Allah Ta’ala, salah satu kuncinya juga terletak dalam ridha orang tua kita. Siapa yang berbakti kepada orang tua, kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat adalah keniscayaan baginya. Sebaliknya, andai durhaka, maka siksa dunia dan azab Neraka telah menunggu dengan nyalanya yang teramat dahsyat.

Berbakti kepada orang tua menempati derajat yang agung. Bahkan, perintahnya bergandengan dengan larangan berlaku syirik kepada Allah SWT. Maknanya, berbakti kepada orang tua erat kaitannya dengan kualitas akidah seseorang. Semakin benar iman dan taqwanya, maka ia akan semakn berbakti kepada orang tuanya.

Berbakti kepada orang tua hanya berlaku untuk amal shaleh. Ketika orang tua memerintahkan untuk berlaku buruk, seberapa pun kadarnya, maka seorang anak tidak wajib menuruti, harus menolak dan/atau mengingatkan dengan cara yang baik. Bukankah Nabi Ibrahim tidak berbakti kepada bapaknya dalam hal berbuat syirik (menyekutukan Allah SWT).

Shalat tepat waktu
Shalat adalah tiang agama. Siapa mendirikan shalat, maka ia mengokohkan agama. Sedangkan mereka yang meninggalkan shalat, amalan buruknya itu tergolong merobohkan agama. Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah Ta’ala, Ia juga merupakan waktu ketika seseorang bisa berkomunikasi dengan sang Maha Penciptanya. Maka, shalat disebut sebagai Mi’rajnya orang yang beriman.

Shalat sudah ditentukan syariatnya. Tentang bagaimana menjalankannya, keutamaan-keutamaan, sunnah-sunnahnya, termasuk waktu dan aturan-aturan lain yang sifatnya pemberian. Sehingga tidak bisa ditawar lagi.

Maka dalam hal ini, mendirikan shalat tepat waktu menjadi salah satu amalan yang paling dicintai Allah SWT. Dalam amalan ini, ada banyak tafsir yang menjelaskan. Di antaranya adalah bersegera dalam melakukan seruan Allah Ta’ala ketika waktu shalat telah tiba. Bersegera dalam shalat bukanlah perkara yang mudah, sebab ada banyak urusan yang harus dikerjakan oleh seorang hamba. Sehingga, dalam diri setiap hamba akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara banyak komponen tersebut.

Saat adzan berkumandang, misalnya, ada yang sedang sibuk dengan dagangannya. Maka dengan mudah, ketika Allah SWT, tidak menjadi prioritasnya. Dia akan berkata kepada dirinya, “Nanti saja, waktu masih panjang.” Sama halnya dengan seorang pendidik, murid, karyawan dan sebagainya. Padahal, andai pemahaman shalat tepat waktu dibawa ke ranah tauhid dan ketetapan ajal, maka konsepnya sama, “Siapa yang menjamin hidup kita sedetik lagi sehingga dengannya kita menunda pelaksanaan shalat, padahal waktunya telah tiba dan tak ada halangan syar’i untuk menunda?”

Jihad di jalan Allah SWT
Jihad merupakan kunci kemenangan Islam. Inilah maqam tertinggi, tiada kemuliaan tanpa jihad. Jihad adalah syariat dari Allah SWT untuk mempertahankan ketinggian Islam. Dalam jihad, ada banyak hal yang harus dikorbankan: waktu, usia, dana, harta bahkan keluarga dan nyawa.
Jihad tidak terbatas pada mengangkat senjata di medan perang. Jihad bisa dilakukan di banyak bidang. Maka ada istilah jihad politik, jihad terhadap nafsu, jihad menghidupi keluarga, jihad konstitusi dan puncaknya adalah mengangkat senjata tatkala agama Allah SWT dinistakan.

Jihad adalah puncak amal. Ia hanya bisa dilakukan oleh mereka yang benar imannya dan tidak mengidap penyakit nifaq atau takut mati. Jihad adalah jalan hidup yang semestinya dipilih oleh mereka yang mengikrarkan Islam dan iman kepada Allah Ta’ala. Jihad dalam sebuah ayat disebutkan sebagai perniagaan yang tak pernah merugi karena menukar diri dengan Surga yang lebih luas dari Langit dan Bumi.

(Sumber: Kisah Hikmah)

Artikel ini ditulis oleh: