Jakarta, Aktual.com – Ekonom Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi meminta pemerintah mencari sumber dana lain untuk memberikah hak subsidi listrik 900 VA kepada 2,44 juta rumah tangga, hal ini karena hilangnya mata anggaran saat pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) bersama Kementerian Keuangan.

Perlu diingat pada Januari 2017 pemerintah mencabut subsidi listrik 900 VA kepada 19 juta pelanggan dari jumlah pengguna 23 juta rumah tangga. Seiring berjalan waktu dan menuai protes publik, Kementerian ESDM bersama PLN mengevaluasi kembali validasi data 19 juta atas rekomendasi dari TNP2K.

Dari penelusuran itu, alhasil ditemukan sebanyak 2,44 juta rumah tangga memang diketahui miskin dan layak menerima subsidi. Angka 2,44 juta ini sebelumnya menjadi bagian dari 19 juta yang ikut dicabut subsidi.

Karena itu, Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR mengakomodir dan menganggarkan kembali tambahan rumah tangga tersebut pada RAPBN-P 2017.

Pada APBN 2017 subsidi dianggarkan Rp44,98 triliun dengan jumlah pemenerima sebanyak 4,1 juta rumah tangga, dengan penambahan 2,44 juta rumah tangga, Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM menyepakati tambahan anggaran menjadi Rp7,1 triliun.

Namun seperti yang telah dikatakan, anggaran itu dihapus pada rapat anggaran bersama Kementerian Keuangan, hal ini diakui oleh anggota komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih sekaligus sebagai anggota Badan Anggaran.

“Ya dihapus, cuma disepakati di Komisi VII, di Banggar dihapus,” katanya kepada Aktual.com di Jakarta, Senin (31/7).

Oleh karena itu, Fahmy Radhi meminta pemerintah mencari sumber dana lain untuk memenuhi hak rakyat miskin yang secara jelas telah diakui oleh pemerintah sendiri.

“Pemerintah sudah mengumumkan bahwa semua rumah tangga miskin pelanggan 900 VA masih akan menerima subsidi. Agar tidak dinilai melakukan kebohongan publik, pemerintah harus mengusahakan alokasi dana dari sumber lain,” pungkasnya.

 

Laporan Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh: