Menteri BUMN Rini Soemarno banyak menempatkan orang-orang pemerintah dari eselon I atau II untuk rangkap jabatan menjadi komisaris di perusahaan pelat merah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Banyaknya komisaris di BUMN yang rangkap jabatan dengan posisi di Kementerian/Lembaga masuk dalam kategori darurat. Pasalnya, kendati dari regulasi yang ada melarangnya, tapi praktiknya kian menggila.

Untuk itu, menurut Direktur Adokasi Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT)UGM, Oce Madril, pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN-RB), perlu ada ketegasan untuk menata kembalai, apakah jabatan komisaris itu menjadi jabatan politis atau profesional.

“Jika melihat ada 222 komisaris yang merangkap jabatan, itu sudah masuk tahap darurat. Dimana seharusnya Presiden harus bersikap. Karena sangat disayangkan, jika awalnya mereka mau mengawasi, malah tak punya waktu, sehingga jadi beban BUMN tersebut,” ungkap dia, dalam diskusi Rangkap Jabatan PNS dan Komisaris BUMN: Menyoal Profesionalisme ASN, di Jakarta, Selasa (6/6).

Memang berdasar temuan Ombudsman RI, daro 144 unit yang dipantau, ditemukan 222 komisaris yang merangkap jabatan sebagai pelaksana pelayanan publik atau 41 persen dari total 541 komisaris di semua BUMN.

Dia menegaskan, dengan masih maraknya praktik rangkap jabatan, maka segala aturan ini hanya basa-basi saja. Bahkan dalam aturan, untuk menjadi komisaris harus ada fit and proper test-nya. Tapi faktanya tak seperti itu.

“Penujukkan komisaris justru hanya main lobi dan bagi-bagi kavling. Bisa jadi dia yang dulu jadi tim sukses maka jadi komisaris. Makanya BUMN saat GCG-nya (good corporate governance) lemah. Kalau BUMN GCG kuat tak akan terjadi asal tunjuk komisaris. Itu jauh d azas profesionalitas,” jelasnya.

Untuk itu, dia menyarankan agar yang bersangkutan itu mau dengan sukarela memilih di posisi eselon I atau II di kementerian, atau memilih sebagai komisaris.

“Tapi memang dari praktik yang ada, pengangkatan komisaris BUMN ini sangat politis dan jadi jabatan politik. Berdasar model like and dislike. Jadi orang yang diangkat itu karena kedekatan dengan parpol tertentu. Ini memang ulah Menteri BUMN saat ini, beda dengan Menteri BUMN zaman Pak Dahlan (Dahlan Iskan-MenBUMN era SBY),” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: