Syekh Muhammad Adnan Al-Afyuni. (ilustrasi/aktual.com)
Syekh Muhammad Adnan Al-Afyuni. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Beberapa hari lagi, 17 Agustus 2016, kita akan memperingati 71 tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Ternyata kemerdekaan bangsa ini sudah cukup lama juga, meski belum seperti Amerika Serikat yang sudah ratusan tahun merdeka. Tetapi kemerdekaan suatu bangsa bukanlah titik akhir.

Kemerdekaan hanyalah awal dari suatu proses panjang, proses mengisi kemerdekaan, dengan tujuan mencapai “masyarakat adil dan makmur.” Dan dalam proses menuju ke sana, bangsa ini akan tetap menghadapi tantangan, hambatan, gangguan, bahkan ancaman. Semua itu berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa ini.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa ini, kita seluruh warga negara membutuhkan semangat bela negara. Bela negara tidak harus menjadi monopoli tentara, tetapi setiap unsur masyarakat sipil juga harus punya semangat bela negara.

Nah, dalam konteks masyarakat sipil itu, kaum ulama ternyata juga menjadi komponen penting dalam bela negara. Ulama juga punya konsep-konsep keagamaan tentang bela negara. Ini ditunjukkan lewat Konferensi Ulama Internasional bertajuk Bela Negara, yang berlangsung pada 27-29 Juli 2016 di Pekalongan.

Konferensi itu menghasilkan 15 konsensus (kesepakatan) ulama terkait bela negara dan berbagai problem dunia Islam. Kegiatan yang digelar JATMAN dan Kemenhan ini diikuti oleh ulama, intelektual, dan akademisi dari 40 negara di dunia serta ratusan ulama dari Indonesia. Konsensus tersebut dibacakan oleh ulama asal Suriah, Syekh Muhammad Adnan Al-Afyuni.

Syekh Afyuni menyatakan, konferensi telah membahas secara ilmiah tentang pentingnya bela negara, melindungi negara dan mengembangkan negara, serta menjaga stabilitas dan pertumbuhannya.

“Juga penting, hidup rukun di seluruh negara peserta, serta menyebarluaskan rasa cinta perdamaian, kerja sama, saling bahu-membahu atas dasar fiqih dan legalitas agama kita, yang berlandaskan teks-teks agama Islam yang hanif dan ajaran dari para ulama salafus sholeh,” jelas ulama yang menjabat Mufti Damaskus ini.

Butir-butir konsensus hasil Konferensi Ulama Internasional, yang disusun oleh sekitar 69 ulama dan intelektual dari 40 negara itu, antara lain menyatakan:

Pertama, ajaran Islam yang lurus dengan nilai-nilai keimanan dan moral merupakan jaminan satu-satunya, dan merupakan tameng yang kokoh, untuk keselamatan negara dan kebahagian manusia Di dalamnya terdapat pendidikan yang berlandaskan ketuhanan, yang mengajarkan keadilan, menuju kepada kebenaran, dan membawa kita kepada jalan yang lurus yang diridhoi Allah SWT.

Kedua, seluruh warga negara di seluruh dunia apapun latar belakang mereka, wajib ikut serta memuliakan negerinya. Mereka ikut serta di dalam memikul tanggung jawab dan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama, apapun latar belakang keyakinan dan ras mereka, tanpa membedakan satu sama lain. Mereka semua adalah saudara di dalam negara, bangsa, dan kemanusiaan dalam memikul tangung jawab tanah airnya.

Ketiga, perbedaan warna kulit, ras, dan suku merupakan sunnah Allah SWT pada manusia. Itu merupakan keanekaragaman yang memperkaya dan saling menyempurnakan satu sama lain, tanpa ada yang dibeda-bedakan. Semuanya hidup satu tanah air dan di tengah kebhinekaan, dengan semangat persaudaraan, kerja sama, dan saling menghormati.

Keempat, pendidikan Islam yang agung serta syariat dan risalah yang ada di muka bumi mengajak beribadah dan menyembah Allah, dan berbuat baik kepada sesama makhluk Allah SWT. Semua itu mengajak menyebarkan kecintaan, saling kasih sayang dan keadilan kepada seluruh manusia, serta mengajak pemerintah di dunia untuk merealisasikan keadilan sosial dan melindungi hak-hak manusia secara utuh.

Kelima, tanggung jawab bela negara adalah kewajiban seluruh warga negara secara individu, tanpa ada pengecualian. Siapa pun yang tidak membela negaranya, dia tidak berhak hidup di negaranya.

Keenam, pengertian jihad yang biasa dikenal, dengan berperang untuk mempertahankan negara dan tanah airnya, mempunyai syarat-syarat yang sangat ketat, terutama syarat syariah yang tidak boleh dilanggar. Sehingga pengertian jihad tidak disalahgunakan untuk merusak dan berbuat keonaran yang merugikan orang lain. Harus diyakini, jihad harus dilaksanakan di bawah bendera negara di mana kita berada.

Ketujuh, bela negara memiliki dimensi yang beragam melebihi dari sekadar mempertahankan negara dalam suatu pertempuran. Bela negara termasuk merealisasikan semua program yang terkait dengan keamanan, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain, yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sesuai posisinya masing-masing.

Kedelapan, konferensi bela negara menyatakan, setetes darah haram dikucurkan dan haram membunuh manusia yang tidak bersalah, termasuk melakukan perusakan fasilitas umum, infrastruktur, dan institusi dengan alasan apapun.

Kesembilan, pentingnya bekerja sama antar institusi dan ormas untuk merealisasi tujuan positif, yang berkaitan dengan pembelaan kesejahteraan masyarakat.

Kesepuluh, pentingnya menjaga persatuan Islam untuk mencapai integritas dan kesempurnaan, yang dapat direalisasikan oleh seluruh negara muslim yang saling menguntungkan, dan menukar pengalaman yang kemanfaatannya dapat dirasakan oleh warga negara.

Kesebelas, pentingnya menyelesaikan problem yang dihadapi oleh kaum muda dan mencari penyelesaiannya dalam bentuk dialog yang konstruktif, untuk menjamin tidak terjadi penyimpangan pola pikir. Yakni, dengan cara mencegah dan membina mereka ke jalan yang benar dengan melibatkan para ulama, lembaga dakwah, dan akademisi. Dan berbagai butir lain, yang tak perlu dirinci satu-persatu.

Syekh Muhammad bin Muhammad Rajab Deeb dari Suriah mengusulkan penambahan satu poin konsensus, yaitu memberdayakan peran perempuan di segala lini kehidupan. Karena menurutnya, perempuan juga unsur penting dalam upaya bela negara. Lagi pula, Islam tidak pernah mendiskriminasi perempuan.

Konferensi Ulama Internasional ini memang membahas tema-tema strategis terkait penguatan negara dan penanggulangan radikalisme global. Tema-tema itu dipilih berdasarkan problem-problem yang hingga saat ini menyelimuti dunia Islam. Harapannya, para ulama dan intelektual yang hadir dalam kegiatan ini dapat memberikan sumbangan nyata terkait bela negara dan penanggulangan ekstremisme. InsyaAllah! ***

Artikel ini ditulis oleh: