Jakarta, Aktual.com — Mantan Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDMP), Bobby Mamahit mengaku pernah didatangi oleh bekas bos PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan dan staf khusus Menteri Perhubungan saat itu, Theofilus Waimuri.

“Waktu itu Beliau (Theofilus) menanyakan untuk kegiatan BPSDMP dan ingin berpartisipasi dalam (proyek) B2IP,” ujar Bobby Mamahit dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Irawan dan Sugiarto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/11).

Saat itu, Bobby mengklaim jika dirinya tidak langsung mengiyakan permintaan Theofilus. Dalam pertemuan itu, Bobby, yang sekarang menjabat sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Layu (Hubla) Kemenhub, mengatakan jika Theofilus meminta agar PT HK dimenangkan dalam proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III di Sorong.

“Kalau pak Theo (minta) PT HK Yang Mulia. Saya serahkan ke Kapus PPSDML (Djoko Pramono) untuk mengevaluasi,” sebut Bobby menjawab pertanyaan Hakim soal adanya pernyataan Theofilus untuk meminta PT HK dimenangkan.

Bukan hanya Bobby, lobi-lobi yang dilakukan PT Hutama Karya juga dibenarkan oleh Djoko Pramono. Dalam persidangan yang sama, dia mengakui, pernah bertemu Budi pada Februari 2011. Pertemuan dengan Djoko terjadi setelah Budi menemui Bobby.

“Dia setiap datang bilang, Beliau sudah mendapat arahan pimpinan dari Menteri, yang bilang pak Theofilus. Setelah dia menghadap pak Bobby dan ke saya, setelah itu saya ke Irawan,” ungkap Djoko.

Djoko pun mengaku saat ditanya perihal uang terkait proyek BP2IP. “Ada dua kali sebesar 20 (juta) dan 55 (juta),” sebutnya.

Sedangkan Bobby membantah menerima uang dari PT HK, karena membantu memenangkan lelang. “Tidak pernah,” ujar Bobby menjawab pertanyaan Jaksa.

Atas pengaturan itu Djoko mendapatkan komisi sebesar Rp 620 juta. Sedangkan Bobby, yang sekarang menjadi Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub menerima uang sejumlah Rp 480 juta.

Jaksa KPK menyebut proyek pembangunan BP2IP tahap III di Sorong, telah merugikan keuangan negara Rp 40.193.589.964.

Bukan hanya melobi Bobby. Modus korupsi yang dilakukan PT Hutama Karya juga dilakukan dengan membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari proyek tersebut. Padahal HPS seharusnya dibuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain itu, PT Hutama juga membuat laporan fiktif mengenai pengerjaan proyek BP2IP.

Dalam laporan, PT Hutama Karya melalui Budi menulis seluruh pekerjaan telah rampung 100 persen. Namun realitanya, justru terjadi kekurangan pekerjaan untuk mekanikal dan elektrik senilai Rp 1,4 miliar, struktur sebesar Rp 919 juta, arsitektur sebanyak Rp 728 juta. Total kekurangan proyek adalah Rp 3,09 miliar.

Bobby ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Oktober 2015, ketika itu dia sudah menjabat sebagai Dijen Perhubungan Laut. Namun, pada 2011 saat proyek BP2IP ditenderkan, Bobby menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby